Bisnis.com, JAKARTA – Pasar saham di Asia diperkirakan akan mengalami tekanan lebih lanjut pada perdagangan pertama pekan ini, Senin (3/2/2020), seiring dengan dibukanya aktivitas perdagangan di China daratan pascalibur Tahun Baru Imlek.
Pemerintah China telah memperpanjang liburan Tahun Baru Imlek sejak 24 Januari akibat terdampak wabah virus corona (coronavirus).
Wabah 2019-nCoV, virus corona jenis baru yang ditemukan pertama kali di kota Wuhan China, ini telah merenggut ratusan nyawa dan menjalar ke sejumlah negara lain.
Berdasarkan data Bloomberg, indeks futures di Tokyo, Hong Kong, dan Australia masing-masing mengarah ke posisi lebih rendah setelah indeks S&P 500 di bursa Wall Street Amerika Serikat (AS) merosot 1,8 persen pada Jumat (31/1/2020).
Investor juga akan mencermati efek intervensi dari bank sentral China People's Bank of China (PBOC), yang menyediakan likuiditas senilai lebih dari US$21 miliar dalam upaya untuk mendukung pasar.
Namun menurut sejumlah analis, langkah tersebut mungkin tidak cukup untuk mencegah saham dan mata uang negara Negeri Tirai Bambu jatuh.
Baca Juga
Di antara perkembangan wabah coronavirus selama akhir pekan lalu, seorang pria dikabarkan meninggal di Filipina, kematian pertama di luar China. Sementara itu, maskapai-maskapai penerbangan di Asia, Eropa dan Timur Tengah telah menghentikan layanan ke China daratan.
Investor kini bersiap untuk menghadapi lebih banyak gejolak setelah pasar ekuitas global pekan lalu membukukan pekan terburuknya sejak Agustus di tengah kekhawatiran atas goyahnya pertumbuhan di tengah penyebaran virus tersebut.
"Terlalu dini untuk mengabaikan wabah ini hanya merupakan gangguan singkat terhadap pasar yang konstruktif," ujar Erik Nielsen, kepala ekonom grup di UniCredit Bank AG, London.
"Jika wabah tidak segera menghilang, pihak otoritas di China dan negara lain cenderung akan memperpanjang larangan bepergian, orang-orang tak akan keluar dari rumah mereka, sementara peningkatan ketidakpastian akan menyebabkan konsumen menunda konsumsi dan perusahaan menunda investasi,” terangnya, seperti dilansir Bloomberg.