Bisnis.com, JAKARTA — Setelah proses restrukturisasi utang PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. rampung, Menteri BUMN Erick Thohir menekankan kegiatan operasional perseroan mesti menuju ke arah yang tepat.
Produsen baja milik negara tersebut telah menyelesaikan proses restrukturisasi utang senilai US$2 miliar. Nilai ini disebut sebagai restrukturisasi utang terbesar yang pernah ada di Indonesia. Kesepakatan ini ditandatangani oleh seluruh kreditur, yang terdiri dari 10 bank, pada 12 Januari 2020.
Dalam Public Expose Krakatau Steel di Kementerian BUMN, Erick mengatakan dia tidak mau proses ini hanya dikenang sebagai restrukturisasi terbesar, tetapi yang lebih penting adalah langkah perseroan ke depannya.
“Sekarang kuncinya operasional. Kami harap setelah restrukturisasi, operasional perusahaan harus benar. Jangan sampai ada masalah di menteri BUMN selanjutnya,” katanya Selasa (28/1/2020).
Erick menyatakan pihaknya mendukung penuh jajaran direksi dan komisaris Krakatau Steel selama ke arah yang benar. Dia pun menekankan intinya setelah proses ini harus ada kelanjutan rencana penyehatan secara bisnis.
“Intinya harus ada kelanjutan, apakah nanti Krakatau Steel akan menjadi perusahaan yang berinvestasi di sektor baja? Toh expert sudah ada, seperti Posco dan lainnya, enggak perlu malu,” tambah Erick.
Baca Juga
Lanjutkan Kerja Sama dengan Posco
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan dia bakal terbang ke Korea Selatan untuk melanjutkan kerja sama dengan perusahaan baja asal Negeri Ginseng tersebut, yaitu Pohang Iron and Steel Company atau Posco.
“Sesuai arahan pak Menteri, kami ada investasi di sektor baja dan akan melanjutkan diskusi sebagai bagian proses restrukturisasi bisnis ke depan. Ini tuntutan setelah restrukturisasi utang, jangan sampai ada restrukturisasi utang yang baru,” katanya.
Adapun, proses restrukturisasi utang ini melibatkan 10 bank. Pada 30 September 2019, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, Bank ICBC Indonesia, Indonesia Eximbank, dan Bank Central Asia telah sepakat melakukan relaksasi pembayaran utang dalam perjanjian induk restrukturisasi.
Pada 29 Desember 2019, Bank DBS Indonesia dan Bank OCBC NISP mengawali perjanjian aksesi atau penundukkannya terhadap perjanjian induk tersebut. Kemudian, pada 12 Januari 2020, Standard Chartered Bank Indonesia dan Bank CIMB Niaga turut tunduk dalam perjanjian yang sama.
Beban Bunga dan Pembayaran Pokok Menjadi Lebih Ringan
Silmy mengatakan beban bunga dan kewajiban pembayaran pokok pinjaman menjadi lebih ringan sehingga membantu perbaikan kinerja emiten dengan kode saham KRAS ini dan memperkuat cash flow perusahaan. Proses restrukturisasi utang berlangsung selama sembilan tahun, terhitung dari 2019 hingga 2027.
Skema restrukturisasi utang yang disepakati dengan kreditur terbagi dalam tiga skema, yaitu tranche A dan tranche C2 dengan jangka waktu 9 tahun senilai masing-masing US$220 juta dan US$262 juta, tranche B senilai US$735 juta dengan jangka tiga tahun, dan tranche C1 dengan jangka 9 tahun senilai US$789 juta.
“Beban bunga selama sembilan tahun utang dapat diturunkan secara signifikan dari US$847 juta menjadi US$466 juta. Selain itu, penghematan biaya juga kami dapatkan dari restrukturisasi utang selama sembilan tahun senilai US$685 juta,” tambah Silmy.
Mantan Direktur Utama Barata Indonesia tersebut meyakinkan perseroan telah memiliki langkah-langkah agar restrukturisasi ini berjalan dengan baik dengan potensi penghematan hampir senilai US$700 juta dalam sembilan tahun.
Transformasi Perusahaan
Selain restrukturisasi utang, perseroan juga telah melakukan transformasi perusahaan, seperti optimalisasi tenaga kerja dan menerapkan operational excellence agar lebih efisien dan kompetitif. Dia pun optimistis perseroan bakal membukukan kinerja positif. Efisiensi yang telah dilakukan KRAS mampu menekan biaya operasional dari US$33 juta menjadi US$19 juta.
Sementara itu, Wakil Direktur Utama Bank Negara Indonesia Herry Sidharta berharap pada tahun ini, manajemen Krakatau Steel dapat lebih fokus dalam kegiatan operasionalnya. Dengan demikian, ke depan perseroan bakal mendapatkan hasil yang lebih baik.
Adapun, BNI merupakan salah satu kreditur terbesar KRAS dengan porsi pinjaman 21 persen. Porsi pinjaman terbesar produsen baja tersebut dipegang oleh Bank Mandiri sebesar 31 persen.
Disarankan Gandeng Strategic Partner
Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan mengatakan restrukturisasi merupakan salah satu cara Krakatau Steel untuk bisa menekan tekanan likuiditas. Menurutnya, KRAS memiliki lebih banyak utang jangka pendek dibandingkan dengan utang jangka panjang, sehingga perlu restrukturisasi.
“Utang dan bunga besar, sehingga enggak ada laba operasional. Salah satu beban harus dihilangkan untuk bisa laba, yaitu minta kreditur untuk menurunkan cost melalui restrukturisasi,” katanya.
Ke depan, Alfred menilai ke depan KRAS harus fokus membenahi bisnis utamanya. Perseroan bisa menggandeng strategic partner untuk mengembangkan bisnis on core.