Bisnis.com, JAKARTA - Sektor pembiayaan dan komoditas menjadi dua sektor yang harus diwaspadai pada 2020 karena berpotensi tertekan sentimen sektoral sehingga berakibat pada penurunan peringkat surat utang.
Direktur Rating PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Vonny Widjaja mengatakan sektor pembiayaan pada tahun ini menghadapi persaingan yang lebih ketat untuk menggarap nasabah. Alasannya, perusahaan pembiayaan independen bakal bersaing lebih ketat dengan perusahaan pembiayaan yang terafiliasi dengan agen tunggal pemegang merek (ATPM) juga diler kendaraan, sumber pendanaan, dan perusahaan lain yang dimiliki bank.
Pembiayaan kendaraan bekas atau refinancing masih menjadi fokus bisnis perusahaan pembiayaan independen di tengah persaingan yang semakin ketat.
"Untuk industri multifinance, sektor yang perlu diwaspadai tetap terpusat pada perusahaan multifinance independen, karena mereka dihadapkan pada persaingan yang lebih ketat dalam memeroleh nasabah," ujarnya saat dihubungi Bisnis, Jumat (17/1/2020).
Lebih lanjut, dia menyebut risiko cukup besar di tahun ini juga bakal ditanggung oleh sektor pembiayaan yang menggarap industri berbasis komoditas. Gejolak harga komoditas bakal menekan kegiatan rutin industri berbasis komoditas karena pembiayaan alat berat berjalan namun kemampuan bayar lebih sempit.
"Perusahaan multifinance yang fokus pada sektor komoditas juga tetap terpapar pada volatilitas harga komoditas yang dapat berpengaruh pada permintaan pembiayaan alat berat maupun kemampuan bayar debitur," katanya.
Sementara itu, analis Pefindo, Niken Indriarsih mengatakan komoditas seperti batu bara dan kelapa sawit masih menemui tantangan seperti geopolitik dan perdagangan global sehingga menekan harga. Sebelumnya, dia menyebut untuk sektor komoditas berbasis emas dan nikel justru tetap prospektif di tahun depan.
Sebagai contoh, komoditas nikel yang semakin strategis karena terdapat kebutuhan untuk produksi komponen kendaraan listrik. Adapun, untuk infrastruktur diproyeksi masih cukup menjanjikan karena terdorong belanja Pemerintah meskipun tak semasif beberapa tahun sebelumnya.
Perang dagang dan konflik geopolitik bakal menjadi sentimen yang memantik gejolak harga komoditas di tahun ini. Di sisi lain, untuk sektor properti masih memiliki peluang membaik dengan prospek suku bunga rendah.
"Sektor yang diwaspadai sektor komoditas, walaupun saat ini harga beberapa komoditas sedang membaik, risiko fluktuasi harga tetap ada terutama dari kondisi global demand-supply. Bila perang dagang terus berlanjut ataupun risiko geopolitik dunia," katanya.
Berdasarkan data Pefindo, sepanjang tahun 2019, realisasi penerbitan surat utang korporasi mencapai Rp146,19 triliun. Adapun, emisi tertinggi berasal dari sektor lembaga keuangan khusus yakni Rp28,03 triliun. Kemudian, disusul sektor multifinance dengan Rp25,11 triliun dan perbankan senilai Rp19,59 triliun.
Sementara itu, pada 2018, realisasi penerbitan surat utang korporasi mencapai Rp132,42 triliun. Adapun, emisi tertinggi berasal dari sektor perbankan yakni Rp22,65 triliun. Kemudian, disusul sektor multifinance dengan Rp19,77 triliun dan lembaga keuangan khusus senilai Rp15,81 triliun.
Terdapat totalnya Rp40,7 triliun rencana penerbitan surat utang yang tercatat. Berdasarkan sektornya, perbankan berada di urutan teratas dengan nilai Rp6,97 triliun. Lalu, disusul jalan tol dengan Rp4,85 triliun. Kemudian, multifinance Rp3,8 triliun.
Dihubungi terpisah, Kepala Riset Investasi Infovesta, Wawan Hendrayana mengatakan investor pasar surat utang disarankan agar selektif memilih emiten penerbit surat utang. Alasannya, terdapat sentimen sektoral di komoditas yang berpotensi menekan kinerja perusahaan.
Lebih lanjut, dia menyebut sentimen berupa perlambatan ekonomi bakal menurunkan permintaan terhadap produk berbasis komoditas. Walhasil, penjualan dan keuntungan berpotensi terkikis turunnya permintaan.
"Sektor komoditas sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat, investor memang diharapkan lebih selektif terkait pemilihan emiten obligasi," katanya.