Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas berhasil mempertahankan posisinya di zona hijau di tengah membaiknya minat investor untuk mengumpulkan aset berisiko. Namun, emas telah membukukan penurunan mingguan terbesar dalam dua bulan terakhir.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (17/1/2020) hingga pukul 19.08 WIB harga emas pasar spot bergerak menguat 0,28% menjadi US$1.556,92 per troy ounce. Sementara itu, harga emas berjangka untuk kontrak Februari 2020 di bursa Comex bergerak menguat 0,37% menjadi US$1.556,3 per troy ounce.
Sepanjang pekan ini, emas telah menurun sebesar 0,4% menjadi penurunan mingguan terbesar sejak November 2019.
Kepala Penelitian Komoditas Geojit Financial Services Hareesh V mengatakan bahwa emas berhasil menguat setelah data pertumbuhan ekonomi China melambat ke level terlemah dalam hampir 30 tahun pada 2019.
Padahal, sentimen untuk mengumpulkan aset berisiko tengah membaik setelah
AS dan China berhasil menandatangani kesepakatan dagang tahap pertama yang seharusnya melemahkan emas.
Baca Juga
“Meskipun data produksi dan penjualan ritel China membaik, ternyata itu tidak menunjukkan pemulihan yang signifikan dan masih ada kekhawatiran pasar tentang dampak perang dagang sehingga pedagang emas tengah menunggu indikator atau berita ekonomi yang lebih jelas,” ujar Hareesh seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (17/1/2020).
Sementara itu, Analis PT Monex Investindo Futures Ahmad Yudiawan mengatakan bahwa harga emas berpotensi bergerak turun menguji level support di US$1.547 per troy ounce, selama harga tidak mampu menembus level resisten di US$1.556 per troy ounce.
“Namun jika gagal menembus level support US$1.474 per troy ounce, harga emas berpeluang menguji level resisten di US$1.556 per troy ounce, kenaikan lebih lanjut dari level tersebut berpeluang menopang kenaikan lebih lanjut menguji level resisten selanjutnya di US$1.559 per troy ounce hingga US$1.561 per troy ounce,” ujar Ahmad seperti dikutip dari publikasi risetnya, Jumat (17/1/2020).