Bisnis.com, JAKARTA — PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. mengungkapkan kinerja perusahaan bakal mencatatkan penyusutan setelah kerja sama dengan PT Sriwijaya Air tidak lagi dijalin.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Garuda Indonesia Fuad Rizal mengatakan saat ini, perseroan sedang melakukan audit atas laporan kinerja perseroan per kuartal III/2019.
“Sedang deal dengan PricewaterhouseCoopers (PWC), akan ada impairment yang dilakukan pada September 2019 terkait Sriwijaya, karena kerja sama diakhiri jadi management fee akan impaired. Ini penting dan baik agar tidak membebani pada tahun berikutnya,” katanya di Jakarta, Jumat (27/12/2019).
Impairment adalah penurunan nilai aset karena nilai tercatat aset (carrying amount) melebihi nilai yang akan dipulihkan (recoverable amount) melalui penggunaan atau penjualan asset. Impairment atau penurunan nilai terjadi nilai tercatat aset melebihi nilai terpulihkan.
Fuad menambahkan penyusutan nilai pada pencatatan laporan keuangan juga akan terjadi pada laporan keuangan tahunan 2019. Hal itu disebabkan oleh penghapusan pencatatan pendapatan dari bisnis jasa pengelola ground handling di PT Gapura Angkasa, anak usaha yang dimiliki Garuda bersama dengan PT Angkasa Pura II (Persero).
Pasalnya, emiten berkode saham GIAA tersebut tak lagi menjadi pemegang saham mayoritas di Gapura Angkasa karena peningkatan modal yang dilakukan oleh Angkasa Pura (AP) II.
Baca Juga
Dengan demikian, pengendalian dan konsolidasi laporan keuangan Gapura Angkasa dihapuskan dari laporan keuangan GIAA, karena terjadi penurunan kepemilikan dari sebelumnya sebesar 58,75 persen menjadi mayoritas dimiliki oleh Angkasa Pura II.
Adapun per September 2019, jasa ground handling berkontribusi senilai US$42,52 juta dari total pendapatan perseroan yang sebesar US$3,54 miliar, atau hanya 1,2 persen.
“Lepas sebagian saham Garuda ke AP II. Masuk dalam impairment, kurang lagi revenue-nya,” terang Fuad.
Pendapatan Garuda Indonesia selama 9 bulan pertama tahun ini, sebesar US$3,54 miliar atau naik 9,97 persen dari US$3,22 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Sementara itu, perusahaan pelat merah ini menghasilkan laba usaha senilai US$253,24 juta per September 2019. Raihan itu berbalik positif dari posisi rugi usaha US$70,81 juta per September 2018.
“Meskipun ada impairment, pada tahun ini masih profit, tapi masih diaudit jadi akan ada impairment atas transaksi sebelumnya," tambahnya.
Di lain pihak, Komisaris Sriwijaya Air Yusril Ihza Mahendra telah menyampaikan pihaknya juga tengah melakukan audit untuk mengevaluasi kinerja perseroan selama melakukan kerja sama manajemen dengan Garuda Indonesia.
Dia mengklaim bahwa selama kerja sama manajemen berlangsung, utang perseroan malah meningkat. Selama periode masa kerja sama berlangsung, Sriwijaya juga dituntut untuk membayar uang jasa layanan perawatan armada.
Yusril menyebut pihak Sriwijaya harus merogoh kocek Rp1,1 triliun untuk jasa layanan perawatan pesawat tersebut. Hingga saat ini, lanjut Yusril, terdapat belasan pesawat yang masih belum bisa keluar dari hanggar PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia Tbk.
Hingga berita ini dibuat, pihak Garuda Maintenance Facility belum memberikan jawaban untuk mengonfirmasi hal tersebut.
“Kami sudah minta auditor independen untuk lakukan audit. Pemerintah harusnya lakukan audit ke Garuda, karena Garuda telah mencatatkan pendapatan dari management fee sebesar 5 persen dari income dan profit sharing 65 persen untuk Garuda sebagai piutang Garuda ke Sriwijaya,” paparnya kepada Bisnis, belum lama ini.