Bisnis.com, JAKARTA – Investasi bodong masih marak terjadi pada tahun ini, tercatat hingga akhir November lalu, Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi telah menghentikan sebanyak 444 kegiatan usaha. Kira-kira mana yang paling ‘problematis’ ya sepanjang tahun 2019?
Menurut Kepala Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing, kegiatan usaha tersebut dihentikan karena dinilai memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat untuk menipu dengan iming-iming imbal hasil sangat tinggi dan tidak wajar.
Bisnis.com sudah memilih lima investasi bermasalah yang jadi perbincangan hangat masyarakat, mulai dari yang viral di media sosial hingga berembel-embel syariah. Berikut ulasan lengkapnya.
1. PT Hanson International Tbk.
Pada akhir Oktober 2019, Otoritas Jasa Keuanga (OJK) mendeteksi emiten berkode saham MYRX ini telah melakukan penghimpunan ilegal sejak 2016. Praktik tersebut dinilai ilegal karena perseroan bukan perusahaan yang bergerak di sektor finansial yang boleh menghimpun dana dari pihak ketiga.
Perseroan menawarkan produk seperti deposito dengan bunga hingga 12% per tahun dan tenor dari 3 bulan sampai 12 bulan. Pihak OJK pun langsung memerintahkan perseroan untuk menghentikan kegiatan tersebut.
Usai menerima perintah dari OJK, Hanson langsung menghentikan aktivitas penghimpunan dana dan berkomitmen mengembalikan dana sesuai dengan perjanjian.
Namun, Hanson menjelaskan bahwa aktivitas tersebut bukanlah menghimpunan dana melainkan pinjaman individu dan selama ini belum pernah sekalipun mengalami gagal bayar. Dana tersebut digunakan untuk membayar pembebasan dan pematangan lahan yang dimiliki entitas anak perseroan.
Pada kuartal III/2019, nilai pinjaman individu Hanson mencapai Rp2,51 triliun dengan total jumlah kreditur 1.197 pihak. Gara-gara kasus ini, Hanson dilarang OJK untuk melakukan right issue sampai permasalahan peminjaman individual selesai. Baca kisah lengkap Hanson di sini
2. Binomo
Siapa yang tak kenal Binomo dengan kalimat populernya “Jutaan orang tidak menyadarinya” itu? Penyedia jasa binary option ini berhasil jadi perbincangan publik setelah iklannya di youtube viral di media sosial. Binomo memikat korbannya dengan menceritakan tokoh fiksi dalam iklan tersebut yang dapat menghasilkan US$1.000 sehari tanpa perlu meninggalkan rumah.
Jika dilihat cara kerjanya, binomo atau binary option lainnya bukanlah sebuah instrumen investasi. Mereka hanya meminta para pengguna untuk menebak, apakah naik atau turun nilai suatu aset dalam waktu yang telah ditentukan sebelumnya.
Ketika pengguna menebak dengan benar, maka ia akan menerima keuntungan sesuai dengan perjanjian atau ketentuan awal yang ia pilih, begitu pula sebaliknya.
Iming-iming keuntungan mencapai 90% sering digembar-gemborkan oleh para penyedia jasa binary option. Akan tetapi, meski menarik untuk dicoba, risiko kehilangan uang juga sangat besar. Tak jarang pula banyak yang mengkritik dan mengaku rugi.
Saat ini, situs binomo sudah diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo). Baca tentang binary option secara lengkap di sini
3. Kampoeng Kurma
Investasi Kampoeng Kurma sudah diluncurkan sejak tiga tahun lalu. Meski baru viral pada November ini, sebenarnya Satgas Waspada Investasi telah menghentikan kegiatan tersebut April 2019.
Bentuk penawaran investasi Kampoeng Kurma, yaitu dengan model membeli kavling berkonsep syariah dan anti riba. Pihak Kampoeng Kurma mengatakan kepada calon pembeli bahwa kavling tersebut nantinya akan ditanami pohon kurma dan hasil keuntungan akan dibagikan kepada para pemilik kavling 5 tahun kemudian.
Sayangnya, ketika korban telah membeli kavling, perusahaan tak kunjung menyerahkan akta jual beli. Kavling tersebut nyatanya juga tidak ditanami kurma bahkan tidak ada wujudnya.
Mengenai banyaknya investasi bodong yang membawa label agama, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas angkat bicara.
“Jangan terlalu cepat percaya kalau ada orang menyatakan investasi ini syariah. Pertanyaan saya ada dewan pengawas syariah (DPS) nya tidak?", ujarnya seperti dikutip dari berita Bisnis.com, Selasa (19/11/2019). Simak ulasan lengkap mengenai Kampoeng Kurma di sini
4. Reksa Dana Bermasalah
Pada tahun ini ditemukan tiga Aset Manajemen yang disuspend sampai dibubarkan oleh OJK. Pertama, PT Narada Asset Management. Pada 13 November 2019, OJK mensuspend Narada karena gagal membayar pembelian beberapa efek saham senilai Rp177,78 miliar. Kinerja reksa dananya juga anjlok, sehingga seluruh produk Narada disuspend. Dua produk yang disorot, yakni Narada Saham Indonesia dan Narada Campuran I.
Kedua, PT Minna Padi Asset Manajemen. Pada 21 November 2019, OJK membubarkan 6 produk reksa dananya lantaran menjanjikan hasil investasi pasti sebesar 11% dalam jangka waktu 6 bulan hingga 12 bulan pada 2 reksa dana, yaitu Minna Padi Pasopati Saham dan Minna Padi Pringgondani Saham.
Total dana kelola dari enam produk reksa dana tersebut senilai Rp5,72 triliun. Adapun total dana keseluruhan 10 reksa dananya mencapai Rp6,24 triliun.
Ketiga, PT Pratama Capital Asset Management. Selain membubarkan produk reksa dana Minna Padi, di hari yang sama OJK juga melarang Pratama Capital AM untuk menjual produk investasi, melarang membuat produk investasi baru dan meminta mereka menambah dana kelolaan selama tiga bulan.
Hal ini dilakukan OJK karena Pratama Capital AM memiliki porsi kepemilikan saham pada PT Kawasan Industri Jababeka Tbk. (KIJA) melebihi batas 10 persen.
Disuspen dan dibubarkannya produk reksa dana di atas disinyalir berpengaruh terhadap pembelian baru reksa dana. Bagaimana ya kinerjanya tahun ini? Simak selengkapnya di sini
5. QNET
Beberapa member Qnet tidak menjual produk sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) perusahaan, salah satunya yaitu PT Amoeba Internasional.
Para korban diming-imingi lowongan pekerjaan dan bisa mendapatkan Rp11 miliar dalam satu tahun. Padahal nantinya jika bergabung ke bisnis mereka, para anggota tersebut harus mencari anggota baru yang mana diwajibkan untuk membayar Rp10 juta. Modus investasi bodong iini termasuk ke dalam skema ponzi.
Polres Lumajang mengendus dugaan money games ini yang melibatkan Direksi PT Amoeba Internasional. Bagaimana perkembangan kasusnya kini? Baca selengkapnya di sini