Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak stabil pada perdagangan Kamis (19/12/2019), setelah data pemerintah Amerika Serikat menunjukkan penurunan dalam persediaan minyak mentah. Ada pula ekspektasi untuk kenaikan permintaan tahun depan seiring kemajuan dalam negosiasi dagang AS dan China.
Berdasarkan data Bloomberg, hingga pukul 14:51 WIB, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) menguat 0,08 persen atau 0,05 poin menjadi US$60,98 per barel, sedangkan harga minyak mentah Brent menguat 0,12 persen atau 0,08 poin ke level US$66,25 per barel.
Dilansir dari Reuters, Administrasi Informasi Energi AS pada Rabu (18/12/2019) waktu setempat melaporkan, minyak mentah AS turun 1,1 juta barel dalam sepekan lalu menjadi 446,8 juta barel, dibandingkan dengan ekspektasi analis dalam jajak pendapat Reuters untuk penurunan 1,3 juta.
Persediaan bensin dan minyak sulingan tumbuh minggu lalu sebesar 2,5 juta barel menjadi 237,3 juta barel, dan 1,5 juta barel menjadi 125,1 juta barel, masing-masing.
Minyak pun memangkas kerugian setelah data, yang bertentangan dengan laporan Selasa tentang penumpukan stok minyak mentah AS dari kelompok industri American Petroleum Institute (API).
Angka-angka API yang dirilis menunjukkan persediaan minyak mentah AS membengkak sebesar 4,7 juta barel pekan lalu menjadi 452 juta barel, hal memicu aksi jual.
“Reaksi pasar tiba-tiba lebih kuat karena fakta bahwa data resmi sangat jauh dari estimasi industri,” kata Tony Headrick, analis pasar energi di CHS Hedging.
Dia melanjutkan, tren naik harga minyak berasal dari ekspektasi permintaan yang optimis. Hal ini dipicu oleh perkembangan terakhir seperti kesepakatan perdagangan AS-China. Sentimen positif tersebut memiliki kemampuan untuk menjaga harga minyak di jalur penguatan.
Harga telah naik lebih dari 1 persen pada sesi sebelumnya setelah pengumuman pekan lalu dari apa yang disebut kesepakatan perdagangan Fase 1 AS-China, yang mengangkat prospek ekonomi global dan meningkatkan prospek permintaan energi.
Pemotongan produksi yang lebih dalam datang dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, seperti Rusia, yang dikenal dengan OPEC +, terus menawarkan beberapa dukungan dan mencegah penurunan harga lebih lanjut.
OPEC +, yang telah memangkas produksi sebesar 1,2 juta barel per hari (bph) sejak 1 Januari tahun ini, akan membuat pemotongan lebih lanjut sebesar 500.000 bph dari 1 Januari untuk mendukung pasar.
RBC Capital Markets mengatakan harga bisa mandek jika kemajuan perdagangan tidak diterjemahkan ke dalam pertumbuhan ekonomi yang konkret.
“Tunas hijau ekonomi akan membantu sentimen. Tetapi kekhawatiran makro yang luas, pelemahan permintaan minyak dan upaya lindung nilai produsen yang meningkat dapat terus berfungsi sebagai tantangan jangka pendek untuk harga minyak,” kata bank tersebut.