Bisnis.com, JAKARTA - PT Indonesia Fibreboard Industry Tbk. memasang target agresif pada tahun depan, setelah resmi melantai di Bursa Efek Indonesia pada Selasa (10/12/2019).
Heffy Hartono, President Director Indonesia Fibreboard Industry, memperkirakan perseroan dapat mencapai penjualan Rp650 miliar dan laba bersih Rp72 miliar hingga akhir tahun ini.
Adapun, perolehan penjualan dan laba bersih diharapkan dapat mencapai masing-masing sebesar Rp800 miliar dan Rp110 miliar pada tahun depan. Dengan demikian, target pertumbuhan penjualan dan laba bersih dipasang masing-masing sebesar 23,08% dan 52,78% secara tahunan.
Perusahaan pengolahan kayu itu, memasang target pertumbuhan yang agresif seiring dengan rencana menambah kapasitas produksi. Perseroan menyiapkan belanja modal sebesar Rp40 miliar pada tahun depan.
Dana belanja modal yang bersumber dari dana hasil IPO dan kas internal itu, digunakan untuk pembelian mesin guna peningkatan kapasitas pabrik.
Saat ini kapasitas pabrik sebesar 250.000 meter kubik per tahun. Penambahan mesin akan memberikan tambahan kapasitas sekitar 25.000 meter kubik per tahun atau 10% dari kapasitas saat ini.
Baca Juga
Adapun, target pertumbuhan laba yang tinggi karena perseroan menggunakan 64% dari dana IPO sebesar Rp148 miliar, untuk refinancing kepada Bank Nord LB. Refinancing tersebut akan menekan beban bunga sehingga berimbas positif terhadap laba perseroan.
Lebih lanjut, dari dana IPO tersebut, sekitar 18% digunakan untuk belanja modal dan 18% untuk modal kerja.
"Tren ke depan, bisnis kayu cukup menjanjikan karena pertumbuhan di Indonesia dan di dunia sekitar 3%-4% per tahun. Namun, kondisi ekonomi global dan perang dagang menjadi tantangan bagi kami yang pasar utamanya ekspor," katanya.
Indonesia Fibreboard Industry memiliki kegiatan usaha utama di bidang industri Medium Density Fibreboard (papan serat berkerapatan sedang/MDF) dan produk kayu olahan lainnya. MDF adalah olahan kayu yang berupa papan yang digunakan sebagai pengganti dari plywood sebagai bahan baku pembuatan furniture.
Perseroan yang berbasis di Jakarta Utara itu, menyasar pasar ekspor sebagai pasar utama. Porsi ekspor saat ini sebesar 75,82% terhadap penjualan per semester I/2019.
Jepang menjadi penyumbang terbesar yakni 50,88% terhadap penjualan, diikuti Timur Tengah sebesar 17,53% dan lainnya 7,41%. Adapun, pasar domestik berkontribusi 24,18% terhadap penjualan.
"Kami masih banyak potensi untuk mengembangkan di Jepang. Karena Indonesia baru ekspor 7% dari pasar Jepang. Yang paling besar dari Selandia Baru," imbuhnya.