Bisnis.com, JAKARTA – Aliran modal asing (foreign capital flow) diperkirakan bisa kembali ke pasar saham Tanah Air pada bulan terakhir tahun ini.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, tercatat investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) senilai Rp41,98 triliun sejak awal tahun (year-to-date).
Namun, apabila dikurangi dengan transaksi non-tunai dari akuisisi PT Bank Danamon Indonesia Tbk. dan PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. oleh MUFG Bank Ltd. senilai Rp49,62 triliun pada April silam, sebenarnya telah terjadi aksi jual (net sell) sekitar Rp7,64 triliun.
Investor asing terpantau melakukan net sell berturut-turut selama 5 bulan terakhir sejak Juli.
Pada hari perdagangan Selasa (26/1/2019), investor asing keluar lebih dari Rp1,5 triliun seiring dengan efektifnya rebalancing indeks MSCI.
Kepala Riset Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma menjelaskan bahwa beberapa waktu terakhir investor asing lebih sering keluar dengan mencatatkan net sell dari pasar saham Indonesia.
Baca Juga
Namun, tampaknya dana asing tersebut tak sepenuhnya meninggalkan Negeri Ibu Pertiwi mengingat derasnya aliran. modal asing yang masuk ke instrumen Surat Berharga Negara (SBN).
“Masuk ke obligasi. Obligasinya kan masih tinggi, jauh lebih tinggi dari yang masuk ke pasar saham. Di obligasi itu [aliran modal masuk asing] di atas Rp150 triliun, jadi lebih dari 3 kalinya [yang masuk ke pasar saham setelah ditambah dengan transaksi aksi korporasi],” kata Suria kepada Bisnis, Selasa (26/11/2019).
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan RI per 25 November 2019, aliran modal asing yang masuk ke Surat Berharga Negara (SBN) tercatat Rp175,03 triliun secara ytd.
Suria menambahkan biasanya modal asing yang ditempatkan di aset surat utang tersebut akan berpindah lagi ke pasar saham. Setidaknya hal itu berlaku umum selagi dana asing tersebut tak benar-benar meninggalkan Tanah Air.
Dengan demikian, dirinya optimistis pada sisa 1 bulan lagi pada 2019 ini investor asing akan kembali masuk ke pasar saham. Perlu diingat pula bahwa kinerja pasar saham selalu positif pada Desember secara bulanan selama 13 tahun tearkhir.
“Tapi memang belakangan banyak kasus—yang mungkin orang-orang jadi berhati-hati—apalagi nanti jadi ada potensi kerugian, mIsalnya di Jiwasraya dll,” imbuh Suria.
Adapun dirinya mengungkapkan saat ini terjadi pengetatan likuiditas di pasar saham. Saham-saham relatif kecil tetapi sangat aktif yang mulai disoroti oleh perusahaan sekuritas membuat pendanaan menjadi lebih ketat dari biasanya karena transaksi dipangkas.
Pangkas Target
Samuel Sekuritas ikut memangkas target IHSG pada akhir tahun nanti ke kisaran 6.300 dari perkiraan sebelumnya pada level 6.500.
Pemangkasan target tersebut seiring dengan pertumbuhan EPS (Earning per Share) pada periode Januari—September 2019 yang kurang memuaskan. Stagnannya kinerja emiten selama sembilan bulan pertama tahun ini menyebabkan harga saham ikut tak bergerak.
“Pertumbuhan laba bersihnya tidak terlalu impresif, kan mengejarnya susah kalau tumbuhnya sudah flat. Satu kuartal tidak bisa menutupi 3 kuartal. Secara total [pertumbuhan laba] satu tahun juga tidak akan terlalu tinggi,” jelas Suria.
Sementara pada 2020, diperkirakan IHSG bakal menuju 6.800 pada akhir tahun. Penopangnya, kata Suria, berasal dari alokasi sosial dari pemerintah yang nilainya masih sama dan harapan dari perbaikan harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO).
“CPO juga ada perbaikan harga. Itu diperkirakan bisa mendorong permintaan kredit di CPO untuk lebih membaik. Perkiraan kami ke perbankannya juga akan membantu,” imbuh Suria.
Tekanan Eksternal
Di sisi lain, Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali menilai arus modal asing belum memperlihatkan tanda-tanda akan kembali pada pengujung 2019.
Pasalnya, tekanan dari sisi eksternal masih menekan minat investor untuk masuk ke saham berisiko di negara berkembang seperti Indonesia.
“Masih belum terlihat karena kondisi ketidakpastian global masih cukup tinggi terutama terkait perang dagang. Lalu pada tahun 2020 masih terlihat ada risiko politik global salah satunya dari pemilu AS,” ujarnya.
Frederik melanjutkan bahwa investor asing tampak memasang posisi wait and see pada kondisi tersebut dan lebih memilih sarana investasi yang lebih aman seperti obligasi dan pasar uang.
Adapun, Artha Sekuritas juga telah memangkas target IHSG pada akhir tahun menjadi 6.300 dari sebelumnya 6.700.
Pemangkasan itu dilakukan seiring dengan performa emiten yang berada di bawah perkiraan dan dampak negatif kekisruhan di Hong Kong yang belum diperhitungkan pada awal tahun.