Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Catat Faktor Penekan Nilai Tukar Rupiah

Dalam perdagangan pekan depan, baik fundamental maupun teknikal kemungkinan rupiah masih akan melemah di kisaran Rp14.080-Rp14.140 per dolar AS
Karyawan menata uang rupiah di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Rabu (10/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Karyawan menata uang rupiah di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Rabu (10/7/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berakhir stagnan, pada akhir perdagangan Jumat (22/11/2019).

Nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup tak berubah dari posisi Rp14.092 per dolar AS pada perdagangan hari ini, usai bergerak pada kisaran Rp14.090-Rp14.105 per dolar AS. Adapun, indeks dolar AS menguat 0,013 poin atau 0,01% ke level 97,910 pada pukul 17:43 WIB.

Ada sejumlah hal yang menjadi perhatian pasar sepanjang pekan ini. Dalam risetnya, Ibrahim, Direktur PT Garuda Berjangka mencatat, indeks harga konsumen (IHK) pada November 2019 akan mengalami inflasi bulanan sebesar 0,18% atau tahunan sebesar 3,04 %.

Menurutnya, jika perkiraan ini tepat maka inflasi tahun kalender Januari-November 2019 sebesar 2,41% secara tahunan.

“Inflasi sampai dengan November masih rendah dan terkendali ini artinya masih stabil, sedangkan perkiraan inflasi 2019 sebesar 3,1% masih berada direntang bawah sasaran laju inflasi bank sentral tahun ini 2,5% -4,4 % persen secara tahunan,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (22/11/2019).

Sementara itu, pemerintah dan Bank Indonesia telah melakukan berbagai cara untuk mengembalikan perekonomian yang sempat meredup akibat gejolak global, seperti strategi bauran, reformasi birokrasi, reformasi keuangan, penurunan suku bunga acuan, dan intervensi langsung di pasar valas serta obligasi dalam perdagangan DNDF.

Dia menambahkan, pada Kamis (21/11/2019), Bank Indonesia tetap mempertahankan suku bunga acuan 7 days reverse repo rate (7DRR).

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bahwa ekonomi Indonesia saat ini masih cukup bagus dibandingkan dengan ekonomi negara lain. Bahkan, pertumbuhan ekonomi 2019 sesuai dengan ekspektasi di 5,1%, kendati gejolak perang dagang dan Brexit terus menghantui perlambatan ekonomi global.

Namun, Ibrahim memperkirakan mata uang garuda masih melemah pekan depan. “Dalam perdagangan pekan depan, baik fundamental maupun teknikal kemungkinan rupiah masih akan melemah di kisaran Rp14.080-Rp14.140 per dolar AS,” katanya.

Faktor Eksternal

Untuk faktor eksternal, Ibrahim mencatat The Wall Street Journal melaporkan bahwa China telah mengundang pejabat perdagangan utama AS termasuk Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin ke Beijing untuk putaran baru perundingan tatap muka.

“Laporan itu muncul sehari setelah Reuters mengatakan kesepakatan perdagangan parsial mungkin tidak akan ditandatangani tahun ini,” katanya.

Kemudian, sambung Ibrahim, para pejabat dari China mengisyaratkan bahwa Beijing dan Washington awal bulan ini hampir menandatangani kesepakatan. Akan tetapi, Presiden AS Donald Trump berkomentar pekan lalu bahwa dia tidak setuju untuk mengembalikan tarif yang ada, sehingga mengurangi harapan kesepakatan perdagangan cepat.

Selain itu, laporan Goldman Sachs memprediksi ekonomi China akan tumbuh sebesar 5,8% pada 2020, dibantu oleh belanja konsumen yang tangguh dan meredakan ketegangan perdagangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper