Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Bensin Naik, Protes Massa Muncul di Iran

Protes meletus di kota-kota seluruh Iran, menewaskan sedikitnya satu orang, setelah pemerintah secara tak terduga menaikkan harga bensin.

Bisnis.com, JAKARTA - Protes meletus di kota-kota seluruh Iran, menewaskan sedikitnya satu orang, setelah pemerintah secara tak terduga menaikkan harga bensin.

Kantor Berita Mahasiswa Semi-resmi Iran (ISNA) seperti dikutip dari Reuters, Minggu (17/11), melaporkan, kematian itu terjadi selama bentrokan di Sirjan di provinsi selatan Kerman pada Jumat (15/11).

Menurut kantor berita Fars, protes menyebar pada Sabtu (16/11) ke Teheran. Pengendara memblokir jalan raya dan persimpangan dengan kendaraan mereka di salju yang lebat.

Komisi ekonomi khusus memutuskan Kamis (14) malam untuk meningkatkan harga bensin sebanyak tiga kali, juga untuk distribusi bahan bakar motor. Kenaikan harga datang tanpa peringatan sebelumnya.

Protes menyoroti tantangan yang dihadapi oleh pemerintah yang berkuasa saat berjuang untuk membalikkan penurunan ekonomi yang dipicu oleh sanksi AS.

Pemerintah Presiden Hassan Rouhani berada di bawah tekanan besar untuk mengimbangi dampak dari penurunan parah dalam ekspor minyak dan mencegah krisis nasional.

Dana Moneter Internasional (IMF) meramalkan bahwa defisit pemerintah Iran akan melebar sebagai persentase dari produk domestik bruto, dari 2,7% pada 2018 menjadi 4,5% tahun ini dan 5,1% pada 2020.

Menurut IMF, harga minyak Iran butuh penyesuaian anggaran. Hal ini diperkirakan akan terjadi lebih dari dua kali lipat dari periode yang sama, ketika sanksi AS mengekang penjualan ekspor terpenting negara itu.

Dewan Ekonomi Tertinggi Iran, sebuah badan yang terdiri dari Rouhani, kepala pengadilan dan pemimpin parlemen Iran, bertemu pada Sabtu (16/11) dalam menanggapi kemarahan masa atas kenaikan harga bahan bakar.

Aliasghar Yousefnejad, seorang anggota parlemen dan anggota dewan eksekutif parlemen, mengatakan kepada IRNA yang dikelola pemerintah dalam sebuah wawancara pada Minggu (17/11), parlemen Iran berencana untuk memperdebatkan sebuah RUU untuk membalikkan kenaikan harga dan secara efektif membatalkan keputusan tersebut.

Namun, tidak jelas apakah suara parlemen dapat mengesampingkan keputusan oleh Dewan Ekonomi Tertinggi. Terakhir kali Iran memperkenalkan penjatahan bahan bakar adalah pada 2007 selama masa pemerintahan Presiden Mahmoud Ahmadinejad yang kedua. 

Itu memicu protes di pompa bensin dan beberapa bahkan dibakar. Pemerintah Rouhani mengakhiri kebijakan pada 2015.

Iran adalah negara Timur Tengah terbaru yang menuai kemarahan publik atas masalah roti dan mentega seperti biaya hidup yang berubah dalam beberapa bulan terakhir menjadi protes politik yang kuat.

Di tempat lain, demonstran telah memaksa para pemimpin di Libanon dan Aljazair untuk mengundurkan diri dan menggulingkan rezim di Sudan. Ratusan orang telah tewas di Irak ketika pasukan keamanan di sana menindak protes yang telah mendorong pemerintah ke jurang kehancuran.

Para pejabat mengutuk para pengunjuk rasa. Jaksa Agung Iran Mohammad Jafar Montazeri mengatakan kepada televisi pemerintah bahwa para demonstran yang memblokir jalan-jalan dan bertempur dengan pasukan keamanan tentu saja memiliki akar di luar negeri.

“Kami telah melihat dalam dua hari terakhir ini dunia maya digunakan untuk mencoba dan memprovokasi orang."

Berdasarkan harga baru, sebagian besar kendaraan penumpang akan dibatasi hingga 60 liter bensin per bulan pada 15.000 real per liter. Setiap pembelian di atas jumlah itu akan dihargai 30.000 real per liter. Taksi, bus, dan truk akan memiliki alokasi bahan bakar yang lebih besar. Sebelum keputusan Kamis malam, harga bensin ditetapkan pada 10.000 real per liter.

Dalam perkembangan lain, berdasarkan data Bloomberg, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) ditutup menguat 1,67% atau 0,95 poin ke posisi US$57,72 per barel, Jumat (15/11), sedangkan harga minyak mentah Brent ditutup menguat 1,64% atau 1,02 poin menjadi US$63,30 per barel.

Kenaikan itu terjadi di tengah ekspektasi meningkatnya permintaan energi dan kekhawatiran tentang tren turun rig pengeboran AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper