Bisnis.com, JAKARTA – Investor minyak kelapa sawit bersorak, setelah reli spektakular mendorong harga crude palm oil (CPO) di bursa berjangka masuk ke jalur bullish (menguat), kini para pedagang pun bertaruh bahwa kebangkitan harga masih bakal berlanjut.
Menurut estimasi median dalam survei Bloomberg terhadap 11 pedagang, analis, dan eksekutif perusahaan perkebunan menemukan, harga acuan sawit kemungkinan besar berada pada rata-rata level 2.350 ringgit per ton pada kuartal ini. Kemudian pada kuartal pertama tahun depan, CPO diperkirakan berada di kisaran 2.400 ringgit per ton. Kedua level itu lebih dari 10% untuk rata-rata level tahun ini.
Setelah terguling ke level terlemah empat tahun Juli lalu, harga bergelombang pada bulan lalu, sehingga masuk ke dalam situasi bullish atau menguat.
Perputaran sentimen di pasar sawit muncul karena pasar merespons optimisme terhadap kenaikan permintaan sawit Indonesia untuk biodiesel, perlambatan pertumbuhan produksi, dan peningkatan impor oleh pembeli utama China.
“Minyak kelapa sawit telah melayang terlalu rendah untuk waktu yang lama,” kata J. Joelianto, Direktur Perdagangan di Sinarmas Agribusiness and Food, dalam wawancara di Bali, seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (4/11/2019).
Namun, menurutnya, harga saat ini bukanlah harga tertinggi, tetapi setidaknya membuat para produsen bisa tersenyum.
Baca Juga
Meskipun demikian, kenaikan ini bukan tanpa kekhawatiran. Harga sawit sekarang sudah beralih dari diskon ke premium atas gasoil, sehingga mengurangi daya tariknya untuk digunakan dalam biofuel. Selain itu, indeks kekuatan relatif 14 hari pada tolak ukur berjangka itu menandakan pasar diperdagangkan pada level overbought (jenuh beli).
Thomas Mielke, Direktur Eksekutif Oil Word mengatakan, reli harga CPO sepertinya terlalu berlebihan dari sudut pandang fundamental, dan harga bisa mundur dalam waktu dekat.
Menurut sebuah estimasi median, para responden sepakat dengan perkiraan harga turun tipis dari level saat ini menuju level 2.430 ringgit per ton hingga akhir Desember mendatang.
Harga minyak kelapa sawit kontrak pengiriman Januari 2020 di Bursa Derivatif Malaysia dibuka melemah tipis 0,04% atau 1,00 poin ke level 2.460 ringgit per ton, Senin (4/11), sementara hingga pukul 10:00 WIB, harga CPO cuma menguat tipis 0,77% atau 19,00 poin ke level 2.480 ringgit per ton.
Di sisi lain, harga sawit melonjak, kendati terjadi pertengkaran diplomatik antara Malaysia dan pembeli terbesarnya, India, yang memacu pengolah sawit di negara tersebut untuk mengabaikan pembelian sawit dari Malaysia.
Banyak pelaku pasar yang berkumpul di Bali untuk konferensi industri minggu lalu mengharapkan ketegangan perdagangan mereda dalam beberapa minggu mendatang.
Nagaraj Meda, Direktur Pelaksana TransGraph Consulting Pvt yang berbasis di Hyderabad mengatakan, sejauh ini belum ada keputusan nyata untuk tidak membeli sawit dari Malaysia.
"Hal ini masalah sentimen, tetapi sangat penting bagi pembeli India. Stok pada awalnya diperkirakan akan turun, dan dampaknya tidak terlihat pada harga,” katanya.
Analis senior Dorab Mistry mengatakan, sentimen panas tengah menyelimuti pasar sawit, sehubungan dengan produksi yang lebih rendah dan penggunaannya untuk biodiesel. “Hal itu telah menjadi percikan untuk memicu reli,” katanya.