Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LME Tinjau Perdagangan Nikel Setelah Persediaan Turun Tajam

Pasar nikel terguncang sejak Indonesia mempercepat larangan ekspor bijih nikel 2 tahun dari rencana awal.
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA -- Bursa London Metal Exchange (LME) tengah meninjau perdagangan di pasar nikel menyusul penurunan persediaan nikel terbesar yang terjadi baru-baru ini.

Mengutip Bloomberg, Kamis (24/10/2019), LME meminta perincian lebih lanjut terkait aktivitas klien dari setiap anggota bursanya yang menurunkan persediaan nikel cukup signifikan sejak 1 September 2019. LME juga meminta anggota untuk mengidentifikasi klien dan alasan bisnis untuk transaksi, serta memastikan tidak ada penyalahgunaan dan perilaku pasar yang tidak sesuai aturan.

LME dapat membuka penyelidikan formal terhadap masalah ini jika menemukan bukti kesalahan potensial.

Seperti diketahui, pasar nikel telah diguncang sejak awal bulan lalu ketika Indonesia memajukan larangan ekspor bijih nikel 2 tahun dari rencana awal, yaitu mulai berlaku pada awal tahun depan. Hal ini meningkatkan kekhawatiran pasar terhadap krisis pasokan.

Sejak pertengahan September 2019, sekitar setengah dari semua persediaan nikel di gudang LME telah ditarik dan kontrak spot diperdagangkan dengan premi terbesar hingga berjangka dalam 12 tahun. 

Harga nikel berjangka untuk kontrak 3 bulanan di bursa LME berhasil membuat rekor terbaru dengan menyentuh US$18.060 per ton, tertinggi sejak 2017. Sepanjang tahun berjalan, nikel telah bergerak menguat 55,19 persen.

Dalam pernyataan resmi LME kepada Bloomberg, pihaknya secara aktif akan lebih intens memantau pasar nikel dan mengumpulkan data holistik tambahan sehubungan dengan aktivitas anggota dan klien yang menyebabkan penurunan tajam terhadap persediaan.

“Meskipun kami mencatat bahwa ketatnya pasar mungkin mencerminkan kondisi pasar fisik yang sebenarnya, kami juga memiliki prosedur yang jelas dan kuat untuk memastikan bahwa setiap bukti kesalahan akan menghasilkan proses disipliner,” tulis LME seperti dilansir dari Bloomberg.

Dalam sebulan terakhir, persediaan nikel di gudang LME telah turun tajam sebesar 46,78 persen menjadi 83.694 ton hingga perdagangan Rabu (24/10). Padahal, jaringan gudang LME dirancang sebagai sumber pasokan logam terakhir jika pasar telah mengalami kondisi krisis pasokan. 

Tsingshan Holding Group Co. dari China dinilai menjadi dalang di balik rekor penurunan persediaan nikel LME pada awal bulan ini. Tsingshan bekerja sama dengan bank-bank pembiayaan termasuk JPMorgan Chase & Co. untuk melepas logam dari bursa dan diperkirakan telah membeli nikel dengan jumlah antara 30.000-80.000 ton.

Kendati demikian, saat ini, nikel sudah turun lebih dari 8,14 persen sejak mencapai level tertingginya. Pada perdagangan Rabu (23/10), harga nikel di bursa LME ditutup menguat 0,55 persen menjadi US$16.950 per ton, setelah terkapar di zona merah sepanjang 4 perdagangan berturut-turut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Annisa Margrit

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper