Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menggenapkan relinya sepanjang pekan ini pada perdagangan Jumat (18/10/2019), saat bursa Asia terbebani perlambatan ekonomi China.
Berdasarkan data Bloomberg, IHSG ditutup di level 6.191,95 dengan penguatan 0,18 persen atau 11,42 poin dari level penutupan perdagangan sebelumnya.
Pada perdagangan Kamis (17/10), IHSG berakhir di level 6.181,01 dengan menguat 0,19 persen atau 11,42 poin, reli penguatan hari kelima berturut-turut sejak perdagangan Jumat (11/10/2019).
Indeks mulai berjuang memperpanjang relinya untuk hari keenam saat dibuka naik 0,07 persen atau 4,2 poin di level 6.185,21 pada Jumat pagi (18/1). Meski sempat tergelincir ke zona merah, IHSG berhasil menguat dan menyentuh level penutupan tertinggi baru sejak 27 September.
Sepanjang pekan ini, IHSG tercatat menanjak 1,4 persen, kenaikan terbesar sejak pekan yang berakhir pada 31 Mei. Adapun sepanjang perdagangan Jumat (18/10), IHSG bergerak fluktuatif di level 6.178,50 – 6.201,17.
Enam dari sembilan sektor berakhir di zona hijau, dipimpin aneka industri (+1,23 persen) dan finansial (+1,11 persen). Tiga sektor lainnya ditutup di zona merah, dipimpin barang konsumen yang melemah 2,81 persen.
Dari 658 saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini, sebanyak 202 saham menguat, 197 saham melemah, dan 259 saham stagnan.
Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk. (CPIN) yang masing-masing naik 2,96 persen dan 6,90 persen menjadi penopang utama penguatan IHSG di akhir perdagangan.
Menurut Direktur PT Indosurya Bersinar Sekuritas William Surya Wijaya, kenaikan IHSG pada perdagangan akhir pekan ditopang oleh rilis data fundamental ekonomi begitu pula dengan capital inflow secara tahun berjalan.
Sebaliknya, indeks saham lainnya di Asia rata-rata berakhir di wilayah negatif, di antaranya indeks Topix Jepang (-0,13 persen), indeks Hang Seng Hong Kong (-0,48 persen), dan indeks Kospi Korea Selatan (-0,83 persen).
Di China, dua indeks saham utamanya, Shanghai Composite dan CSI 300 bahkan berakhir turun lebih dari 1 persen, masing-masing sebesar 1,32 persen dan 1,42 persen.
Dilansir dari Reuters, bursa saham China mencatat penurunan harian tertajam dalam sebulan di tengah meningkatnya kekhawatiran mengenai kesehatan negara berekonomi terbesar kedua di dunia ini.
Produk domestik bruto (PDB) China dilaporkan tumbuh 6,0 persen year-on-year pada kuartal III/2019. Capaian ini lebih rendah dari pertumbuhan pada kuartal sebelumnya sebesar 6,2 persen sekaligus menjadi laju terlemahnya dalam hampir tiga dekade.
Kinerja pada kuartal ketiga tersebut juga berada di ujung bawah target pertumbuhan ekonomi secara full year oleh pemerintah sebesar 6,0 persen – 6,5 persen serta lebih rendah daripada prediksi analis dalam survei Reuters sebesar 6,1 persen.
Kesehatan negara berekonomi terbesar di dunia ini menjadi perhatian khusus para mitra dagang dan investor ketika perang perdagangannya dengan Amerika Serikat memicu kekhawatiran tentang resesi global.
“Anda tidak dapat melepaskan diri dari kenyataan bahwa China melambat, tetapi tidak melambat lebih dari yang kami kira,” tutur kepala strategi makro global di State Street Global Markets, Michael Metcalfe.
Meski data tersebut meningkatkan prospek lebih banyak stimulus dari para pembuat kebijakan di China demi mendorong pertumbuhan, sebagian analis dan pelaku pasar mengatakan Beijing memiliki ruang relatif sedikit untuk pelonggaran yang signifikan.
"Jika ada langkah (kebijakan) jangka pendek (lebih tinggi) di Asia, itu akan benar-benar hanya menjadi penggerak jangka pendek karena PDB China tidak jauh dari angka 5 persen dan itu tidak akan baik untuk aset-aset berisiko,” ujar Greg McKenna, pakar strategi di McKenna Macro.
Membantu meredakan kekhawatiran soal perang dagang, China pada Kamis (17/10) mengatakan berharap untuk mencapai kesepakatan bertahap dalam perselisihan dagangnya dengan Amerika Serikat sesegera mungkin.
Sebagian sentimen investor juga didorong oleh laporan laba yang optimistis dari Netflix dan Morgan Stanley. Namun serentetan data ekonomi AS yang lemah membebani dengan data permulaan perumahan, produksi industri, dan output pabrik mid-Atlantik tidak memenuhi ekspektasi para ekonom.
Data tersebut dapat memperkuat spekulasi pasar untuk penurunan suku bunga lebih lanjut oleh Federal Reserve AS pada akhir Oktober mendatang. Sehari sebelumnya, data penjualan ritel Amerika Serikat (AS) pada September dilaporkan berkontraksi, untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan.
Indeks dolar AS, yang melacak pergerakan dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama, pun terpantau lanjut turun 0,057 poin atau 0,06 persen ke level 97,550 pada pukul 15.51 WIB, setelah berakhir melemah 0,40 persen di posisi 97,607 pada Kamis (17/10).
Seiring dengan pelemahan indeks dolar, nilai tukar rupiah lanjut ditutup menguat 7 poin atau 0,05 persen di level Rp14.148 per dolar AS, setelah berakhir terapresiasi 17 poin atau 0,12 persen di posisi 14.155 pada Kamis.
Saham-saham pendorong IHSG: | |
---|---|
Kode | Kenaikan (persen) |
BBRI | +2,96 |
CPIN | +6,90 |
BBCA | +0,74 |
POLL | +6,38 |
Saham-saham penekan IHSG: | |
---|---|
Kode | Penurunan (persen) |
HMSP | -4,85 |
UNVR | -3,63 |
GGRM | -3,79 |
ICBP | -2,38 |
Sumber: Bloomberg