Bisnis.com, JAKARTA — PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. menyebutkan bahwa PT Sriwijaya Air baru membayar utang usaha kepada perseroan senilai Rp436 miliar selama kerja sama manajemen berlangsung.
Berdasarkan laporan keuangan Garuda Indonesia per 30 Juni 2019, perseroan memiliki piutang usaha kepada PT Sriwijaya Air senilai US$118,79 juta atau setara dengan Rp1,68 triliun dengan kurs hari ini Rp14.194 per dolar AS.
Jumlah tersebut meningkat hampir dua kali lipat dari catatan piutang perseroan pada Desember 2018 yang tercatat senilai US$55,39 juta.
Dalam laporan keuangan tersebut, piutang kepada Sriwijaya Air dikenakan bunga 0,1% per hari dari jumlah yang belum dibayarkan dengan maksimum sebesar 5% per bulan.
VP Corporate Secretary Garuda Indonesia M. Ikhsan Rosan mengatakan bahwa sejak kerja sama manajemen (KSM) antara Garuda Indonesia dengan Sriwijaya Air yang dimulai pada 9 November 2018, Sriwijaya Air telah membayarkan piutang usaha senilai Rp436 miliar.
“Saat ini per September 2019, dengan KSM itu sudah dicicil Rp436 miliar, tapi pembayaran itu selama KSM berlangsung,” ungkapnya kepada Bisnis, Senin (30/9/2019).
Baca Juga
Sementara itu, emiten bersandi saham GIAA itu mengantongi pendapatan usaha senilai US$68,29 juta dari Sriwijaya Air sepanjang 6 bulan pertama tahun ini. Pendapatan itu berasal dari transaksi jasa perawatan dan pemeliharaan pesawat, jasa ground-handling, jasa hotel, boga dan biro perjalanan wisata, serta jasa angkutan udara.
Setelah terjadinya kisruh pada KSM tersebut, kata Ichsan, perseroan meminta komitmen baru terkait dengan pembayaran piutang usaha yang masih tersisa dari Sriwijaya Air.
Dengan tidak berlanjutnya KSM pada saat ini, dia menilai kemampuan pembayaran utang Sriwijaya Air kepada emiten berkode saham GIAA tersebut menjadi terpengaruh.
“Dulu orang percayanya dengan Garuda, ketika Garuda mereka keluarkan otomatis manajemennya berubah. Dengan manajemen baru orang minta komitmen baru lagi kepada mereka [Sriwijaya Air],” jelasnya.