Bisnis.com, JAKARTA – Rencana pembentukan holding badan usaha milik negara (BUMN) farmasi yang telah mencuat sejak 2015, bakal terealisasi dalam satu bulan ke depan.
Sementara menunggu Peraturan Pemerintah mengenai holding ditandatangani Presiden, dua emiten BUMN farmasi melakukan perubahan anggaran dasar. Kedua emiten itu yakni PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dan PT Indofarma (Persero) Tbk.
Perubahan itu di antaranya terkait dengan perubahan status perseroan dari persero menjadi non persero dalam rangka pembentukan holding BUMN sektor farmasi, serta modal terkait pelaksanaan pembentukan holding BUMN farmasi. Perubahan anggaran dasar disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar pada Rabu (18/9/2019).
Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro mengatakan, Peraturan Pemerintah (PP) mengenai holding telah selesai dibahas dalam rapat terakhir dengan Menteri Keuangan. Saat ini tinggal menunggu PP mengenai holding ditandatangani oleh Presiden.
Kementerian BUMN menargetkan holding BUMN farmasi dapat terbentuk akhir September atau paling lambat Oktober tahun ini. Target ini mundur dari rencana semula yang diharapkan dapat selesai semester I/2019.
Wahyu mengatakan, setelah holding terbentuk maka BUMN farmasi akan memiliki fokus bisnis masing-masing. Misalnya, Bio Farma sebagai induk holding akan fokus di vaksin, sedangkan Kimia Farma di obat-obatan dan Indofarma fokus di segmen alat kesehatan dan natural ekstrak.
“Target holding September atau Oktober selesai. Bu Menteri [BUMN] minta paling lambat akhir kuartal III sudah selesai,” katanya usai RUPSLB PT Kimia Farma (Persero) Tbk. pada Rabu (18/9).
Selain perubahan anggaran dasar, agenda RUPSLB Kimia Farma membahas perubahan pengurus perseroan. Rapat tersebut memberhentikan Honesti Basyir dari jabatannya sebagai Direktur Utama Kimia Farma dan IGN Suharta Wijaya sebagai Direktur Keuangan Kimia Farma.
Sejak 13 September 2019, Kementerian BUMN telah menunjuk Honesti sebagai Direktur Utama dan Suharta sebagai Direktur Keuangan dan Mitra Bisnis PT Bio Farma (Persero). RUPSLB itu juga menyetujui rencana rights issue Kimia Farma yang akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 1,58 miliar saham seri B dengan target dana yang diincar sekitar Rp3 triliun.
TAMBAH SAHAM
Tentang rights issue KAEF, Wahyu mengatakan saat ini pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas tidak akan menyerap saham baru perseroan. Dengan demikian, kepemilikan saham pemerintah berpeluang terdilusi dari saat ini 90,03% menjadi 70,13% setelah pelaksanaan rights issue.
Namun, tidak menutup kemungkinan Bio Farma sebagai holding yang akan menyerap saham baru KAEF setelah holding BUMN farmasi terbentuk. Wahyu mengatakan, pelaksanaan rights issue akan dilakukan pada tahun depan.
“Iya, holding dulu [setelah itu rights issue]. Kalau holding terbentuk, ada Bio Farma [yang menyerap rights issue KAEF]," katanya.
Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir mengatakan, persiapan pembentukan holding BUMN farmasi telah mencapai 95%. Saat ini hanya menunggu tanda tangan Presiden untuk mengalihkan kepemilikan pemerintah di Kimia Farma dan Indofarma ke Bio Farma.
Terkait dengan rencana rights issue KAEF, Honesti mengatakan Bio Farma masih mendiskusikan tentang langkah perseroan. Jikapun pemerintah menugaskan Bio Farma untuk menyerap saham baru KAEF, maka perseroan memiliki alokasi dana.
“Mekanismenya banyak, ada utang hangka panjang seperti sindikasi pinjaman perbankan,” katanya.
Direktur Utama Kimia Farma Verdi Budidarmo mengatakan, pelaksanaan rights issue paling lambat 12 bulan setelah RUPSLB atau September 2020. Adapun, harga pelaksanaan rights issue masih dalam kajian.
Dana yang diincar dari rights issue di antaranya sekitar Rp300 miliar digunakan untuk transformasi ritel, Rp1,9 triliun untuk pengembangan bahan baku obat, dan sekitar Rp1 triliun untuk refinancing.
“Peranan Kimia Farma cukup besar [di holding] karena Kimia Farma memiliki rantai yang lengkap dari hulu ke hilir. Otomatis Kimia Farma akan menjadi driver untuk holding farmasi,” imbuhnya.