Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah tersungkur dari level tertingginya dalam 3,5 bulan ke zona merah, di tengah tanda-tanda pemulihan produksi minyak Arab Saudi setelah terpukul serangan pada akhir pekan kemarin.
Berdasarkan data Bloomberg, minyak Brent untuk kontrak November 2019 anjlok US$4,87 ke level US$64,15 per barel di ICE Futures Europe exchange pukul 5.11 sore waktu New York, setelah berakhir tersungkur 4,47 poin di posisi 64,55 pada perdagangan Selasa (17/9/2019).
Adapun harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Oktober 2019 terjerembab US$4,09 ke level US$58,81 per barel di New York Mercantile Exchange, setelah ditutup anjlok 3,56 poin atau 5,66 persen di posisi 59,34 pada Selasa.
Minyak Brent ditutup 6,5 persen lebih rendah di London pada perdagangan Selasa (17/9) setelah perusahaan minyak negara Saudi menyatakan telah membangkitkan kembali 41 persen kapasitas di kompleks pemrosesan minyak mentahnya.
Langkah tersebut berhasil dilakukan hanya beberapa hari setelah serangan udara menghancurkan kilang Saudi Aramco pada Sabtu (14/9). Kondisi ini pun mengguncang pasar energi global dan mendongkrak kenaikan harga minyak secara tajam.
Brent futures di London bahkan sempat mencatat rekor lonjakan US$12 per barel pada awal perdagangan Senin (16/9) dan membukukan kenaikan persentase harian terbesar sejak kontrak minyak ini mulai diperdagangkan pada tahun 1988.
“Saudi berjanji akan meningkatkan kapasitas produksi menjadi 11 juta barel per hari pada akhir bulan ini dan tumbuh menjadi 12 juta pada November,” ujar Menteri Energi Pangeran Abdulaziz bin Salman dalam suatu briefing, seperti dilansir dari Bloomberg.
“Pelanggan akan mendapatkan persediaan mereka, dan perusahaan akan menyadap cadangan jika diperlukan untuk memenuhi komitmen,,” tambahnya.
Pengumuman itu dilakukan menyusul beragam laporan media tentang langkah dan kemungkinan waktu yang dibutuhkan bagi upaya Saudi Aramco untuk memperbaiki fasilitas Abqaiq-nya yang rusak.
Terlepas dari pengumuman ini, harga minyak mentah tetap hampir 7 persen lebih tinggi dari harga sebelum serangan terjadi, sebuah sinyal premi risiko yang diperhitungkan oleh para pedagang.
Menambah sentimen bearish untuk minyak, American Petroleum Institute (API) melaporkan kenaikan stok minyak sebesar 592.000 barel untuk pekan yang berakhir 13 September, berbeda dengan ekspektasi analis untuk penurunan 2,25 juta barel.
Jika data pemerintah AS yang akan dirilis Rabu (18/9) mengkonfirmasikannya, maka kenaikan ini akan mematahkan penurunan inventaris selama empat pekan.
API juga melaporkan penurunan sebesar 846.000 barel pada stok di Cushing, Oklahoma, dan kenaikan gabungan sebesar 3,6 juta barel dalam bensin dan persediaan minyak distilat.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump beranggapan tidak adanya alasan untuk mengizinkan para penyuling untuk menindaki cadangan darurat negara.
"Saya rasa kita tidak perlu melakukannya. (Harga) minyak belum naik banyak. Ada banyak minyak di dunia,” tutur Trump kepada wartawan pada Selasa (17/9).
Pergerakan minyak mentah WTI kontrak Oktober 2019 | ||
---|---|---|
Tanggal | Harga (US$/barel) | Perubahan |
17/9/2019 | 59,34 | -3,56 poin |
16/9/2019 | 62,90 | +8,05 poin |
13/9/2019 | 54,85 | -0,24 poin |
Pergerakan minyak mentah Brent kontrak November 2019 | ||
---|---|---|
Tanggal | Harga (US$/barel) | Perubahan |
17/9/2019 | 64,55 | -4,47 poin |
16/9/2019 | 69,02 | +8,80 poin |
13/9/2019 | 60,22 | -0,16 poin |
Sumber: Bloomberg