Bisnis.com, JAKARTA – Setelah mengalami reli kuat, harga emas tampak akan berada dalam tekanan pekan ini seiring dengan rencana negosiasi dagang AS dan China, serta komentar Ketua The Fed Jerome Powell terkait pertumbuhan ekonomi AS.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Kamis (5/9/2019), harga emas ditutup melemah 2,2 persen, menjadi penurunan terbesar sepanjang 2019 karena AS dan China mengumumkan akan kembali ke meja perundingan pada Oktober 2019.
Padahal, pada perdagangan sebelumnya emas sempat kembali menyentuh level tertingginya di sekitar US$1.555 per troy ounce dipicu oleh kekhawatiran pasar terhadap resesi.
Pada penutupan perdagangan pekan lalu, Jumat (6/9/2019), harga emas di pasar spot berada di level US$1.506,82 per troy ounce, melanjutkan pelemahannya dengan bergerak menurun 0,81%. Sementara itu, emas berjangka untuk kontrak Desember 2019 di bursa Comex ditutup di level US$1.515,5 per troy ounce, terkontraksi 0,66%.
Dengan penurunan pada perdagangan Kamis dan Jumat tersebut membuat emas melemag 1,47% sepanjang pekan lalu dan kembali bergerak di sekitar level support kunci US$1.500 per troy ounce.
Seperti yang diketahui, sejumlah investor telah menumpuk investasinya ke aset safe haven emas dalam beberapa bulan terakhir untuk mencari lindung nilai terhadap jatuhnya hasil obligasi, fluktuasi mata uang dan pasar modal, penurunan suku bunga global, ketakutan Brexit, dan kekhawatiran perang dagang AS-China yang akan membawa dunia ke resesi.
Komentar Ketua The Fed Jerome Powell belum lama ini yang cukup percaya diri AS tidak akan bergerak ke arah resesi menjadi penghalang penguatan emas, walaupun di sisi lain Jerome Powell juga diprediksi memangkas suku bunga AS dan mengatakan siap bertindak apapun untuk mendukung pertumbuhan ekonomi AS.
“Resesi bukanlah hasil yang mungkin untuk AS atau ekonomi global,” ujar Ketua The Fed Jerome Powell ketika laporan pekerjaan nasional untuk Agustus dirilis kurang kuat daripada yang diharapkan, seperti dikutip dari Reuters, Minggu (8/9/2019).
Sebagai informasi, data ketenagakerjaan AS di luar sektor pertanian untuk periode Agustus hanya mencatat pertumbuhan sebanyak 130.000, lebih kecil dibandingkan dengan ekspektasi pasar sebesar 163.000 dan pencapaian bulan sebelumnya sebesar 164.000.
Komentar Powell tersebut juga datang menjelang pertemuan kebijakan Federal Reserve yang dijadwalkan pada 17-18 September sehingga menjadi sinyal bahwa Bank Sentral AS tersebut tidak akan memangkas suku bunga acuannya pada pertemuan tersebut.
Powell mengatakan ketidakpastian kebijakan pemerintah terkait sengketa perdagangan AS dan China menjadi penyebab kekhawatiran banyak pengusaha cenderung bersikap lebih hati-hati dalam mengambil langkah investasi dan alokasi dana sehingga kondisi ekonomi AS sedikit melambat.
Namun, dia menilai pelemahan ekonomi AS saat ini masih dalam batas wajar dan pemangkasan suku bunga acuan AS pada Juli lalu sebesar 25 basis poin hanyalah sebuah langkah antisipasi untuk menjaga kondisi ekonomi AS.
Selain itu, Powell juga mengatakan jika suku bunga dan inflasi terlalu rendah justru itu akan membuat The Fed lebih sulit untuk mengeluarkan kebijakan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi AS.
Komentar tersebut pun dinilai pasar menjadi sinyal kuat bahwa Bank Sentral AS benar tidak akan memangkas suku bunga acuannya lagi pada pertemuan September.