Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) ditutup melonjak di atas level US$56 per barel pada perdagangan Rabu (4/9/2019), setelah pemerintah Amerika Serikat (AS) mengumumkan rencana untuk mengintensifkan sanksi terhadap Iran.
Selain itu, Rusia menyatakan akan memangkas produksi pada bulan September.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Oktober 2019 diperdagangkan di level US$56,03 per barel di New York Mercantile Exchange pukul 4.51 sore waktu setempat atau Kamis (5/9/2019) pagi WIB.
Pada perdagangan Rabu (4/9), minyak WTI ditutup melonjak 4,3 persen di level 56,26.
Adapun minyak Brent kontrak November 2019 diperdagangkan di level US$60,50 per barel di ICE Futures Europe Exchange setelah berakhir di level 60,70 pada Rabu. Minyak acuan global ini diperdagangkan premium sebesar US$4,64 per barel terhadap WTI untuk bulan yang sama.
Brian Hook, perwakilan khusus Washington untuk Iran, mengatakan AS akan menambah "tekanan maksimum" pada Iran. Sementara itu, Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan produksi minyak bulanan negaranya akan turun pada September, menurut Interfax.
Baca Juga
“Harga minyak pulih dari aksi jual selama beberapa hari terakhir, dengan bantuan tambahan dari perkiraan untuk penurunan lanjutan dalam persediaan minyak mentah AS dan komentar tentang produksi Rusia bulan ini,” ujar Leo Mariani, seorang analis di KeyBanc Capital Markets, dilansir dari Bloomberg.
Minyak mentah menguat bersama bursa saham AS akibat meredanya ketegangan politik di Hong Kong dan Inggris. Pada saat yang sama, indikator di China dan Eropa mengisyaratkan pertumbuhan ekonomi global mungkin tidak seburuk yang diperkirakan sebagian pihak.
Meski demikian, penguatan harga minyak sedikit terkikis setelah American Petroleum Institute (API) melaporkan peningkatan yang tak terduga dalam persediaan minyak mentah AS pekan lalu.
API, yang didanai industri, melaporkan kenaikan cadangan minyak mentah mingguan sebesar 401.000 barel pekan lalu, berbanding terbalik dengan perkiraan penurunan oleh para analis dalam survei Bloomberg.
API juga melaporkan penurunan sebesar 238.000 barel di pusat penyimpanan Cushing, Oklahoma, dan gabungan penurunan sebesar 2,1 juta barel dalam bensin dan stok minyak distilat. Selanjutnya, badan pemerintah Energy Information Administration akan merilis datanya pada Kamis (5/9).
Minyak mentah telah jatuh hampir 20% dari tahun lalu karena tertekan eskalasi perang perdagangan AS-China dan dampaknya terhadap ekonomi global, terlepas dari upaya pengurangan produksioleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan aliansinya.
Namun, kekhawatiran akan permintaan yang muncul dari eskalasi perang dagang AS-China tidak akan mereda dalam waktu dekat dan itu akan terus membebani pasar.
“Saat ini, pasar tidak hanya mengikuti fundamental. Ini sangat perseptif terhadap perang perdagangan yang sedang berlangsung dan itu mempengaruhi permintaan,” tutur Paola Rodriguez-Masiu, seorang analis di Rystad Energy.
“Anda tidak dapat melepas kemungkinan bahwa China dan AS akan terus menaikkan tarif lagi," tambahnya.
Pergerakan minyak mentah WTI kontrak Oktober 2019 | ||
---|---|---|
Tanggal | Harga (US$/barel) | Perubahan |
4/9/2019 | 56,26 | +2,32 poin |
3/9/2019 | 53,94 | -1,16 poin |
2/9/2019 | - | - |
Pergerakan minyak mentah Brent kontrak November 2019 | ||
---|---|---|
Tanggal | Harga (US$/barel) | Perubahan |
4/9/2019 | 60,70 | +2,44 poin |
3/9/2019 | 58,26 | -0,40 poin |
2/9/2019 | 58,66 | -0,59 poin |
Sumber: Bloomberg