Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tak mampu melanjutkan relinya dan terpaksa ditutup di zona merah pada perdagangan hari ini, Senin (2/9/2019), di tengah pelemahan bursa Asia.
Berdasarkan data Bloomberg, IHSG berakhir melemah 0,60 persen atau 37,92 poin di level 6.290,55 dari level penutupan perdagangan sebelumnya.
Pada perdagangan Jumat (30/8), IHSG masih mampu memperpanjang penguatannya dengan berakhir naik 0,63 persen atau 39,35 poin di level 6.328,47, reli perdagangan hari keempat berturut-turut.
Sebelum berbalik ke wilayah negatif dan berakhir melemah, indeks sempat melanjutkan kenaikannya ke level 6.338 setelah dibuka naik tipis 0,04 persen atau 2,68 poin di posisi 6.331,15. Sepanjang perdagangan hari ini, IHSG bergerak di level 6.281,6 – 6.338,11.
Lima dari sembilan sektor berakhir di zona merah, dipimpin barang konsumsi (-1,69 persen) dan aneka industri (-1,55 persen). Empat sektor lainnya ditutup di zona hijau, dipimpin tambang yang naik 1,75 persen sekaligus membatasi besarnya penurunan IHSG.
Dari 650 saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini, sebanyak 141 saham menguat, 277 saham melemah, dan 232 saham stagnan.
Baca Juga
Saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) yang masing-masing turun 1,64 persen dan 2,23 persen menjadi penekan utama pelemahan IHSG.
Bersama IHSG, indeks saham lain di Asia mayoritas ikut berakhir di zona merah. Indeks Nikkei 225 dan Topix Jepang turun 0,41 persen dan 0,44 persen masing-masing. Adapun indeks Hang Seng Hong Kong berakhir terkoreksi 0,38 persen.
Namun di China, indeks saham Shanghai Composite dan CSI 300 bernasib mujur dengan mampu ditutup naik tajam 1,31 persen dan 1,28 persen.
Berdasarkan data Reuters, pelemahan indeks MSCI Asia-Pasifik didorong oleh penurunan indeks Hang Seng Hong Kong setelah kota ini kembali terpukul aksi protes anti-pemerintah akhir pekan kemarin.
Meski demikian, bursa saham China daratan mampu menguat, terlepas dari eskalasi perang perdagangan dengan Amerika Serikat (AS). Pada Minggu (1/9/2019), Dewan Negara China menyatakan akan meningkatkan penyesuaian kebijakan ekonomi.
Kemudian, survei swasta yang dirilis pada Senin (2/9) menunjukkan aktivitas manufaktur Negeri Tirai Bambu secara tak terduga berekspansi pada Agustus, kontras dengan data resmi yang menunjukkan kontraksi lebih lanjut.
Indeks Manajer Pembelian (PMI) Caixin naik menjadi 50,4 pada Agustus dari 49,9 pada Juli. Di sisi lain, menurut data yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional (NBS) China, Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur turun menjadi 49,5 pada Agustus.
Sejauh ini, pemerintah China belum membunyikan alarm. Minggu malam (1/9/2019), Dewan Negara merilis pernyataan yang mengatakan bahwa risiko secara keseluruhan "dapat dikendalikan" dan ekonomi stabil.
Secara keseluruhan, sentimen manufaktur di seantero Asia tetap lemah selama Agustus di tengah memanasnya perang perdagangan antara AS dan China.
Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers' Index/PMI) untuk Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan dilaporkan tetap berada di wilayah negatif pada Agustus.
Survei yang dirilis Jibun Bank dan IHS Markit menunjukkan PMI Jepang turun menjadi 49,3 dari 49,4 pada Juli, kontraksi bulan ke-8 berturut-turut. Adapun PMI IHS Markit untuk Taiwan turun menjadi 47,9 dari 48,1 pada Juli.
Meski PMI IHS Markit Korea Selatan naik menjadi 49 dari 47,3 pada bulan Juli, angka ini masih di bawah 50 yang menunjukkan kontraksi sekaligus menandakan menyusutnya aktivitas manufaktur.
Gambaran yang lemah juga tampak di Asia Tenggara. PMI Indonesia tergelincir lebih jauh ke dalam kontraksi dan level terendah sejak Juli 2017. Adapun PMI untuk Filipina, Thailand, dan Myanmar berekspansi lebih lambat.
Perkembangan dalam hubungan perdagangan AS-China tetap menjadi pendorong utama sentimennya. Pada Minggu (1/9/2019), pemerintah AS mulai memberlakukan tarif lebih tinggi untuk impor China senilai sekitar US$110 miliar. Langkah ini menyulut tindakan serupa oleh China atas sejumlah barang asal AS.
Keresahan pasar juga tak lepas dari ketegangan di Hong Kong, setelah ribuan pengunjuk rasa memblokir jalan dan jaringan transportasi umum ke bandara Hong Kong akhir pekan kemarin.
Pihak kepolisian dan pemrotes pun kembali bentrok untuk yang kesekian kalinya sejak kerusuhan meletus lebih dari tiga bulan lalu akibat menolak rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi.
Seorang pejabat senior mengatakan tidak akan mengesampingkan pemberlakuan undang-undang darurat dalam upaya untuk merebut kembali kendali, setelah pengunjuk rasa menyebabkan gangguan besar ke bandara internasional kota pada akhir pekan.
“Aktivitas pasar yang luas dan volume perdagangan cenderung agak tipis hari ini,” tulis Simon Ballard, pakar strategi makro di First Abu Dhabi Bank, dalam sebuah catatan, seperti dilansir Bloomberg.
“Meski ini semestinya berarti awal yang tenang untuk pekan ini, kesan berhati-hati tampaknya akan mendominasi sentimen investor,” tambahnya.
Berbanding terbalik dengan IHSG, nilai tukar rupiah mampu melanjutkan apresiasinya untuk hari ketiga meskipun dengan penguatan tipis 4 poin atau 0,03 persen di level Rp14.194 per dolar AS.
Padahal, pada saat yang sama, indeks dolar AS, yang melacak pergerakan dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama, terpantau naik 0,052 poin atau 0,05 persen ke posisi 98,968.
Saham-saham penekan IHSG: | |
---|---|
Kode | Penurunan (persen) |
BBCA | -1,64 |
HMSP | -2,23 |
UNVR | -1,84 |
BBRI | -1,17 |
Saham-saham pendorong IHSG: | |
---|---|
Kode | Kenaikan (persen) |
SMMA | +20,00 |
BRPT | +9,39 |
INCO | +12,46 |
ANTM | +9,35 |
Sumber: Bloomberg