Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih tertekan di zona merah hingga akhir perdagangan sesi I hari ini, Senin (2/9/2019).
Berdasarkan data Bloomberg, IHSG melemah 0,41 persen atau 25,73 poin ke level 6.302,74 pada akhir sesi I. Padahal, indeks dibuka di zona hijau dengan penguatan 0,04 persen atau 2,68 poin di level 6.331,15 pagi ini.
Pada perdagangan Jumat (30/8), IHSG ditutup di zona hijau dengan penguatan 0,63 persen atau 39,35 poin ke level 6.328,47.
Sepanjang perdagangan pagi ini, IHSG bergerak pada kisaran 6.281,60-6.338,11.
Lime dari sembilan sektor bergerak negatif, dipimpin sektor barang konsumsi yang melemah 1,51 persen, disusul sektor aneka industri yang melemah 0,82 persen. Di sisi lain, empat sektor menguat, dipimpin oleh sektor tambang yang naik 1,80 persen.
Dari 650 saham yang diperdagangkan, 137 saham menguat, 228 saham melemah, sedangkan 285 saham lainnya stagnan.
Baca Juga
Saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) yang masing-masing melemah 1,56 persen dan 2,23 persen menjadi penekan utama atas pelemahan IHSG.
Indeks saham lainnya di Asia bergerak variatif hari ini, di antaranya indeks Nikkei 225 dan Topix Jepang yang masing-masing melemah 0,3 persen dan 0,36 persen, sedangkan indeks Hang Seng melemah 0,51 persen.
Di sisi lain, indeks saham Shanghai Composite dan CSI 300 menguat masing-masing 1,07 dan 1,11 persen, sedangkan indeks Kospi Korea Selatan yang menguat 0,06 persen.
Bursa saham di Asia cenderung tertekan setelah AS dan China memberlakukan tarif baru pada barang impor masing-masing dan meningkatkan kekhawatiran investor terhadap perlambatan pertumbuhan global.
Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif 15 persen pada impor China pada hari Minggu, termasuk alas kaki, jam tangan pintar, dan televisi layar datar, sementara China memberlakukan tariff baru terhadap minyak mentah AS.
Sebagai pembalasan, China mulai mengenakan tarif tambahan pada beberapa barang AS yang jumlahnya mencapai US$75 miliar. Beijing tidak merinci barang apa saja yang dikenai tarif tersebut.
"Sejauh ini Trump tampak menantang meskipun pada kenaikan tarif, menyalahkan The Fed dan perusahaan-perusahaan AS atas kesulitan mereka dalam berurusan dengan tariff impor," kata Shane Oliver, kepala ekonom di AMP, seperti dikutip Reuters.
"Ada jalan panjang yang harus ditempuh dan membangun kembali kepercayaan akan sulit karena pengalaman sejak pertengahan tahun lalu,” lanjutnya.