Bisnis.com, JAKARTA - Tiga emiten properti disebut-sebut akan memperoleh dampak positif dari pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. Bagaimana laju saham dan prospek PT Ciputra Development Tbk. (CTRA), PT Bumi Serpong Damai Tbk. (BSDE) dan PT Agung Podomoro Land Tbk. (APLN)?
Presiden Joko Widodo resmi menyampaikan pemindahan ibu kota negara ke Penajam Paser Utara dan Kutai Kartenegara, Kalimantan Timur pada Senin (26/9/2019).
Sejak itu, saham tiga emiten properti itu justru bergerak variatif. Saham CTRA terkoreksi 11,06% dari level harga penutupan Jumat (23/8/2019) Rp1.220 ke level Rp1.085 pada akhir perdagangan Kamis (29/8/2019).
Senada, saham BSDE turun 3,57% sepanjang periode tersebut dari Rp1.400 ke level Rp1.350. Sementara itu, saham APLN menguat 3,26% dari Rp184 ke Rp190.
Sementara itu, secara year-to-date, saham tiga perusahaan properti itu kompak menghijau. Berdasarkan data Bloomberg, saham CTRA menguat 7,43%, BSDE naik 7,57%, dan APLN 25% ytd.
Senior Analis Kresna Sekuritas Franky Rivan pesimistis rencana pemindahan ibu k ota berimbas besar terhadap laju saham-saham properti di Bursa Efek Indonesia. Pasalnya, ada kecenderungan megaproyek tersebut akan memakan waktu lama dan pengerjaannya didominasi oleh emiten pelat merah.
Baca Juga
“Yang mendapatkan eksposur hanya tiga emiten saja, yakni CTRA, BSDE dan APLN. Saya menilai dampak pemindahan tidak akan langsung dan masih berlangsung dalam 5 tahun ke depan. Belum ada yang signifikan,” katanya kepada Bisnis, Rabu (28/8/2019).
Menurutnya, masih ada beberapa peraturan yang perlu dilewati sebelum proyek pembangunan berjalan.
Lebih lanjut, Franky menilai emiten yang akan menikmati adalah anak usaha BUMN seperti PPRO dan PTPP. Pasalnya, kedua emiten itu yang berkemungkinan menjadi pembangun dan penyedia hunian di Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara.
“Mungkin yang dapat konstruksi dan pembangunan pasti anak usaha pemerintah, swasta tidak akan. Apalagi tanah sudah dimiliki pemerintah dan di Balikpapan harga masih tinggi, swasta akan sulit,” katanya.
Franky menyebut sampai dengan semester II/2019, indeks Jakpro tidak akan melaju lebih tinggi. Pasalnya belum ada stimulus untuk mendongkrak kinerja secara signifikan. Apalagi ditambah aturan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang mengharuskan pengembang membangun 20% sebelum pemasaran.
“Developer tidak boleh jualan dan itu akan memberatkan mereka. Menurut saya itu adalah kebijakan yang saat ini signifikan, oleh sebab itu harga saham langsung merosot,” katanya.
Franky menambahkan anggota indeks Jakpro yang mengandalkan dari jual beli bagunan atau tanah akan berat, seperti CTRA, BSDE dan SMRA. Maka itu dia merekomendasikan emiten, seperti PWON yang lebih bergantung pada segmen pendapatan berulang.