Bisnis.com, JAKARTA – Emiten properti, PT Ciputra Development Tbk. belum berencana mengoleksi landbank di sekitar ibu kota baru antara Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kertanegera, Provinsi Kalimantan Timur.
Direktur Ciputra Development Harun Hajadi mengatakan untuk sementara ini perseroan belum memiliki rencana untuk menambah jumlah lahan. Terutama, di wilayah Kalimantan Timur, kendati pemerintah telah menetapkan ibukota yang baru akan berada disana.
“Saat ini sih belum [ada rencana penambahan lahan]. Ya nanti, per lahan-lahan [mungkin ditambah],” katanya kepada Bisnis, melalui pesan singkat pada Senin (26/8/2019).
Kendati demikian, emiten berkode saham CTRA itu telah memiliki beberapa proyek di Kalimantan. Harun menyebut proyek tersebut berada di Samarinda, Balikpapan, dan Banjarmasin.
Menilik dari hasil laporan keuangan per Juni 2019, emiten berkode saham CTRA itu bekerja sama dengan PT Putra Balikpapan Adiperkasa untuk menggarap proyek Citra Bukit Indah. Sebuah kawasan residensial dengan harga rumah mulai Rp875 juta per unit.
Perseroan juga tercatat memiliki joint operation dengan PT Nusamakmur Ciptasentosa Utama untuk membangun kawasan di Balikpapan dan Samarinda.
Baca Juga
Selain itu, Harun menilai pemindahan ibu kota dan pemerintahan negara ke Kalimantan Timur adalah ide yang baik. Dengan begitu diharapkan ada pemerataan, baik itu pemerataan beban lingkungan, sosial dan lain-lainnya.
“Jakarta tetap tidak tergantikan sebagai pusat bisnis dan pusat komersial Indonesia, karena pelaku bisnis juga mempertimbangkan switching cost. Sebagai pusat pemerintahan ibu kota pemerintahan tidak perlu terlalu bersinggungan dengan pusat pemerintahan, apalagi segala kebutuhan kepemerintahan bagi pelaku bisnis bisa diselesaikan secara online,” katanya.
Sementara itu, Direktur PT Sinarmas Sekuritas Kerry Rusli menilai emiten swasta tidak akan banyak kebagian untung dalam proyek pemindahan ibu kota. Pasalnya, dia menilai proyek tersebut akan diberikan kepada emiten plat merah.
“Tidak akan berpengaruh banyak kepada emiten properti meskipun ibukota dipindah. Butuh waktu lama pembangunannya, toh jumlah properti disini lebih banyak. Sepertinya untuk kawasan pemerintah tanah sudah dikuasai oleh BUMN jadi untuk swasta belum [kebagian],” katanya.
Lebih lanjut Kerry menyebut harga tanah di sana pasti akan naik seiring terbukanya lapangan usaha baru. Pemerintah atau pun pengusaha, katanya, belum akan membeli lahan dalam jumlah besar supaya harga tetap stabil tidak seperti di Jakarta yang sudah melejit tinggi.
“Saya yakin Presiden Jokowi akan jaga kestabilan harga properti supaya tidak seperti di Jakarta. Land bank di sana cukup besar dan sudah seharusnya pusat ekonomi dan pemerintah terpisah,” pungkasnya.