Bisnis.com, JAKARTA – Emiten properti PT Agung Podomoro Land Tbk. sedang bekerja sama dengan para pemegang saham untuk mendapatkan suntikan dana atau uang muka untuk membayar pinjaman sindikasi senilai Rp1,3 triliun yang akan jatuh tempo pada 30 September 2019.
Hal itu diungkapkan oleh Sektetaris Perusahaan Agung Podomoro Land Justini Omas dalam keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia, Rabu (21/8/2019).
Dalam penjelasannya, Justini memaparkan perseroan berencana melunasi seluruh pinjaman sindikasi Rp1,3 triliun yang perjanjiannya ditandatangani pada 5 Juni 2018 pada Juni 2019.
Pinjaman sindikasi itu diberikan oleh PT Bank BNP Paribas Indonesia, PT Bank DBS Indonesia, Standard Chartered Bank cabang Jakarta, PT Bank Mandiri (Perserro) Tbk., PT Bank Shinhan Indonesia, dan PT Bank Permata Tbk. Per 30 Juni 2019, outstanding pinjaman sindikasi itu mencapai Rp1,17 triliun.
Sumber dana pelunasan pinjaman sindikasi itu direncanakan berasal dari fasilitas pinjaman baru. Namun, fasilitas baru itu tidak dapat mencairkan dana tersebut tepat waktu.
"Keterlambatan pencairan fasilitas pinjaman tahap 2 dari perjanjian fasilitas baru terjadi di luar kendali perseroan," tulis Justini.
Baca Juga
Untuk mengatasi keterlambatan itu, lanjutnya, emiten bersandi saham APLN itu mengajukan perpanjangan tanggal pembayaran pinjaman sindikasi. Menurut Justini, APLN telah mendapat persetujuan tertulis dari semua pemberi pinjaman sindikasi untuk memperpanjang pembayaran paling lambat 30 September 2019.
"Untuk memenuhi tanggal jatuh tempo baru dari pinjaman sindikasi, perseroan saat ini bekerja bersama-sama dengan pemegang saham untuk mendapatkan suntikan atau uang muka dari pemegang saham," imbuhnya.
Saat ini, pemegang saham APLN terdiri atas PT Indofica dengan kepemilikan 80,41%, PT Agung Podomoro Land Tbk. 5,54%, Trihatma Kusuma Haliman 3,2%, dan publik 16,37%.
Selain itu, APLN juga menyebut sedang bekerja sama dengan pemberi pinjaman sindikasi baru untuk penggalangan dana lainnya.
Selain pinjaman sindikasi itu, APLN juga memiliki dua surat utang yang akan jatuh tempo dalam 12 bulan ke depan. Pertama, obligasi berkelanjutan I APLN Tahap III Tahun 2014 senilai Rp451 miliar yang akan jatuh tempo pada 19 Desember 2019. Kedua, Obligasi Berkelanjutan I APLN Tahap IV Tahun 2015 senilai Rp99 miliar dan jatuh tempo pada 25 Maret 2020.
Di sisi lain, kas dan setara kas perusahaan properti itu tercatat senilai Rp666,67 miliar per 30 Juni 2019. Nilai itu menyusut dari posisi Rp1,33 triliun per 30 Juni 2018.
Besarnya nilai kewajiban yang akan jatuh tempo dalam jangka pendek, kondisi kas perseroan yang tidak memadai, dan rencana pendanaan yang masih simpang-siur membuat rating APLN diturunkan oleh sejumlah lembaga pemeringkat utang.
Moody's Investor Service memangkas peringkat APLN dari B1 menjadi B2. Sementara itu, Fitch Ratings menurunkan peringkat APLN dari B- ke CCC-.
Di dalam negeri, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menggunting peringkat APLN dari idA- menjadi idBBB dan proyeksi credit watch.
Outlook credit watch dengan implikasi negatif diberikan untuk mengantisipasi keterbatasan perseroan untuk membiayai kembali utang yang akan jatuh tempo dalam kurun waktu 12 bulan. Pertimbangan lainnya yakni keadaan keuangan perusahaan yang terbatas untuk mengajukan utang baru serta terbatasnya aset yang belum dijadikan jaminan.
Analis Pefindo Yogie Perdana mengatakan rencana refinancing perusahaan menjadi perhatian utama.