Bisnis.com, JAKARTA - PT Arkha Jayanti Persada Tbk. meningkatkan kapasitas produksi fabrikasi hingga 80% setelah resmi IPO pada Rabu (10/7/2019), guna mengejar pertumbuhan topline dan bottomline sekitar 30%-40% pada 2019.
President Director Arkha Jayanti Persada Dwi Hartanto mengatakan, setelah IPO perseroan akan meningkatkan kapasitas fabrikasi dari saat ini 20% menjadi 80% hingga akhir tahun ini. Kapasitas fabrikasi 20% setara dengan 5.000 ton per tahun.
"Kapasitas 20% setara dengan 5.000 ton. Artinya, jika 100% masih bisa 4 kalinya," katanya di Bursa Efek Indonesia, Rabu (10/7/2019).
Emiten dengan kode saham ARKA ini merupakan perusahaan yang bergerak di industri manufaktur dan fabrikasi komponen alat-alat berat, karoseri body dymp truck, konstruksi baja, fabrikasi oil and gas. Beberapa perusahaan alat berat menjadi pelanggannya di antaranya PT Komatsu Indonesia dan PT Hino Motor Sales Indonesia.
Dwi optimistis upaya meningkatkan kapasitas fabrikasi dapat mendorong perolehan topline maupun bottomline tumbuh 30%-40%. Optimisme ini seiring dengan langkah pemerintah menggenjot program kerja di bidang infrastruktur.
Pada 2018, perseroan mengantongi penjualan dan laba bersih masing masing sebesar Rp104,33 miliar dan Rp2,11 miliar. Dengan demikian, ARKA mengincar penjualan dan laba bersih masing-masing dapat mencapai Rp146,06 miliar dan Rp2,95 miliar.
Baca Juga
Hingga semester I/2019, perseroan telah menyerap kontrak senilai Rp25 miliar. Dwi berharap perseroan dapat menyerap kontrak senilai Rp75 miliar pada 5 bulan yang tersisa di tahun ini.
Target kontrak terdekat, ARKA membidik fabrikasi dari proyek Pertamina di Bojonegoro. Selain mengincar proyek BUMN, perseroan juga terlibat dalam proyek infrastruktur lain, seperti pembangunan AEON Mall Sentul Bogor.
"Karena pertambangan agak melemah, kami sekarang menggenjot kontrak di bidang infrastruktur seperti BUMN Karya untuk pembangunan jembatan rel kereta api Jombang- Madiun," imbuhnya.
Pada penawaran umum perdana saham, perseroan mengantongi dana segar Rp118 miliar. Sebesar 70% di antaranya digunakan untuk kebutuhan modal kerja berupa bahan baku dan bahan pembantu. Adapun, 30% lainnya digunakan untuk pembayaran utang bank dan utang kepada pemasok.