Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak : Fundamental Kuat, Tetapi Rawan Tersengat Sentimen Negatif

Harga minyak kembali menguat, Selasa (2/7/2019), karena Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) sepakat memperpanjang pemangkasan pasokan hingga Maret tahun depan.
Harga Minyak WTI/Reuters
Harga Minyak WTI/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak kembali menguat, Selasa (2/7/2019), karena Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) sepakat memperpanjang pemangkasan pasokan hingga Maret tahun depan.

Namun, harga komoditas energi tersebut berada dalam tekanan akibat kecemasan pasar terhadap permintaan yang bisa mereda, di tengah tanda perlambatan ekonomi global.

Berdasarkan data Bloomberg, hingga pukul 14.31 WIB, harga minyak mentah West Texas Intermediate menguat tipis 0,10% atau 0,06 poin ke level US$59,15 per barel, sedangkan harga minyak Brent menguat 0,26% atau 0,17 poin ke posisi US$65,26 per barel.

Analis Asia Trade Point Futures ata AsiaTradeFX Deddy Yusuf Siregar mengatakan bahwa pelaku pasar masih menunggu dan melihat (wait and see) perkembangan perundingan dagang Amerika Serikat dan China.

Sebab, Senin (1/7/2019) waktu setempat, Trump mengeluarkan pernyataan bahwa negosiasi dagang antar kedua negara harus menguntungkan AS. Menurut Deddy, ucapan Trump itu membuat pasar menjadi was-was terhadap progres perundingan dagang.

“Hal itu membuat pasar kembali mempertanyakan, maksud dari Trump [sebelumnya terkait] menunda pengenaan tarif, dan menunda sanksi Huawei. Sementara ini pasar masih menahan diri,” katanya saat dihubungi oleh Bisnis.com, Selasa (2/7/2019).

Dia menambahkan, secara fundamental harga minyak berpotensi menguat, karena disokong oleh pemangkasan OPEC. Namun, yang harus diperhatikan adalah keputusan itu membuat Trump tidak nyaman dengan harga minyak yang terus menguat.

Trump dalam hal ini, bisa saja bereaksi dengan meningkatkan produksi minyak AS, yang saat ini telah menyentuh rekor terbaru.  “Ini menjadi sentimen yang meredam keagresifan harga minyak.”

Faktor lainnya, jika harga minyak terlalu tinggi justru mempengaruhi permintaan. Sebab bila harga terlalu naik, dengan sendirinya permintaan akan terkoreksi.

Sementara dari sisi geopolitik masih terlihat sangat dinamis, ketegangan AS dan Iran tampaknya sedang mereda. Pada saat yang sama, Trump melakukan pertemuan dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. “Jadi masih banyak sentimen yang mempengaruhi harga minyak,” katanya.

Stephen Innes, Managing Partner di Vanguard Markets, Bangkok, menilai, OPEC akan tetap berpegang teguh pada pembatasan produksi minyak, karena hal itu dapat mendukung harga minyak global untuk menguat. “Tetap menjadi mekanisme utama untuk tugas rumit menjaga keseimbangan pasar tetap utuh,” katanya.

Dalam pertemuan di Wina, Austria, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), Senin (1/7/2019), sepakat memperpanjang pengurangan pasokan minyak sampai Maret 2020, saat anggota kelompok tersebut mengatasi perbedaan mereka guna mencoba menopang harga minyak mentah.

OPEC dijadwalkan bertemu dengan Rusia dan produsen lainnya, aliansi yang dikenal sebagai OPEC +, pada hari ini, Selasa (2/7/2019), untuk membahas pengurangan pasokan di tengah melonjaknya output AS.

Berdasarkan jajak pendapat Reuters, Senin (1/7/2019), stok minyak mentah AS terlihat turun untuk minggu ketiga berturut-turut. Hal itu juga menjadi sentimen positif bagi harga minyak global.

Menurut sebuah data, produsen minyak AS mencapai rekor produksi bulanan 12,16 juta barel per hari (bph) pada April tahun ini. Produksi minyak serpih AS yang baru diperkirakan akan turun tahun ini dari tahun lalu.

Akan tetapi, kekhawatiran tentang melemahnya ekonomi global membuat permintaan minyak membatasi kenaikan harga. Ipek Ozkardeskaya, analis pasar senior di London Capital Group, mengatakan dalam sebuah catatan, para trader minyak sekarang akan mengalihkan perhatian mereka ke data ekonomi. “Sebab aktivitas global yang melemah dan berkurangnya permintaan, bisa kembali membebani dan menyebabkan koreksi pada harga minyak setelah rebound Juni.”

AS dan China dilaporkan, menyepakati pertemuan puncak untuk memulai kembali perundingan perdagangan. Sejumlah indikasi menunjukkan, aktivitas pabrik menyusut di sebagian besar Eropa dan Asia pada Juni, sementara pertumbuhan manufaktur mendingin di Amerika Serikat membebani harga minyak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan
Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper