Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Keuangan bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengumumkan hasil pemeriksaan terhadap laporan keuangan tahun 2018 milik PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA).
Hasilnya menyatakan bahwa di laporan keuangan maskapai pelat merah tersebut ditemukan adanya pelanggaran, sehingga Kemenkeu dan OJK pun menjatuhkan sejumlah sanksi, baik kepada akuntan publik, kantor akuntan publik, perusahaan, direksi, dan sejumlah komisaris.
Sanksi pun bermacam-macam bentuknya. Kemenkeu membekukan izin selama 12 bulan kepada akuntan publik (AP) Kasner Sirumapea dan peringatan tertulis kepada Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan, selaku auditor laporan keuangan tahun buku 2018 tersebut.
Sementara itu, OJK memberikan perintah tertulis kepada Garuda Indonesia untuk memperbaiki dan menyajikan kembali laporan keuangan tahunan (LKT) per 31 Desember 2018, serta melakukan paparan publik atas perbaikan dan penyajian kembali LKT tersebut paling lambat 14 hari setelah ditetapkannya surat sanksi.
Sanksi berikutnya, mengenakan sanksi denda Rp100 juta kepada GIAA. Lalu, denda masing-masing Rp100 juta kepada seluruh anggota direksi GIAA. Kemudian, denda Rp100 juta secara tanggung renteng kepada seluruh anggota direksi dan dewan komisaris GIAA yang menandatangani laporan keuangan tersebut.
Selain itu, OJK juga membekukan Surat Tanda Terdaftar (STTD) selama satu tahun kepada Kasner Sirumapea, selaku rekan pada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan.
Baca Juga
Terakhir, memberikan perintah tertulis kepada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan (Member of BDO International Limited) untuk melakukan perbaikan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu paling lambat tiga bulan setelah ditetapkannya surat perintah dari OJK.
Namun demikian, apakah hasil pemeriksaan tersebut juga menunjukkan adanya unsur kesengajaan yang dibuat moncer?
Pasalnya, pada laporan keuangan 2018 tersebut menunjukkan bahwa kinerja GIAA dikatakan meraih laba US$5 juta, sementara tahun sebelumnya masih mengalami kerugian hingga US$213 juta.
Selain itu, bahwa laporan tahunan 2018 dari GIAA tidak ditandatangani oleh dua orang komisaris perusahaan atas nama Chairul Tanjung dan Dony Oskaria. Namun, tidak ditandatanganinya laporan tahunan tersebut tidak dimuat dalam penjelasan dalam laporan tahunan dan tidak dijelasakan alasannya.
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK, Fakhri Hilmi mengatakan, sejauh ini pihaknya dengan Kemenkeu hanya melakukan pemeriksaan terkait penyajian laporan keuangan tersebut.
Dirinya mengaku tidak bisa memastikan apakah ada unsur kesengajaan atau tidak atas hasil laporan keuangan yang disajikan tersebut.
“Yang kita periksa adalah penyajian laporan keuangan, jadi belum sampai kepada apakah kesalahan di breakdown lagi, atau apakah adanya unsur kesengajaan atau kerjasama, dan sebagainya,” tegasnya, di Kemenkeu, Jumat (28/6/2019).
Menurutnya, kedua otoritas sejauh ini hanya melakukan pemeriksaan pada seluruh dokumen yang berkaitan dengan laporan keuangan tahun berjalan 2018 tersebut, untuk mengetahui apakah ada ketidaksesuaian dengan Peraturan OJK (POJK) dan Pernyataan Standar Akuntan Keuangan (PSAK).
“Jadi fokus yang disampaikan itu mengenai apakah tidak sesuai dengan POJK dan PSAK. Maka ditegakkan aturan denda sesuai dengan peraturan yang ada. Untuk saat ini hanya ini dulu. Tapi sampai saat ini belum melihat adanya unsur kesengajaan atau faktor lainnya yang menyebabkan terjadi pelanggaran,” tegasnya.
Terkait apakah ada unsur kesengajaan, Sekretaris Jenderal Kemenkeu, Hadiyanto menambahkan hal senada, bahwa saat ini belum melihat adanya unsur kesengajaan atau faktor lainnya yang menyebabkan terjadi pelanggaran.
Namun demikian, pihaknya menegaskan bahwa telah terjadi pelanggaran standarat audit di Dana. "Perusahaan itu selalu ada melakukan audit untuk laporan keuangannya. Saya kira itu proses penyusunan lapkeu dan itu dilakukan. Tetapi ada pelanggaran standar audit," tegasnya.