Bisnis.com, JAKARTA – Setelah berpolemik cukup lama, pihak regulator akhirnya memutuskan sanksi terkait dengan laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., hal tersebut dinilai mempengaruhi untuk pergerakan sahamnya di lantai bursa.
Analis Ciptadana Sekuritas Asia, Fahressi Fahalmesta mengubah rekomendasi untuk saham berkode GIAA tersebut dari yang sebelumnya beli menjadi under review untuk saat ini.
“Ya, kalau dilihat restatement-nya [laporan keuangan] bakalan kuartal I/2019 juga, makanya kami mau lihat dulu endingnya, jadi lebih enak analisisnya,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (28/7/2019).
Menurutnya, pergerakan harga saham GIAA sebelum munculnya polemik pada laporan keuangan 2018 masih menunjukkan tren yang baik.
Namun, saat kekisruhan tersebut muncul ke permukaan, dia menyebut pergerakan saham GIAA cenderung tertekan.
Berdasarkan data dari Bloomberg, pada perdagangan Jumat (27/6/2019), saham GIAA terparkir pada zona merah dengan pelemahan sebesar 7,58% atau 30 poin menuju level Rp366 per saham. Sepanjang Juni 2019, hanya 4 hari perdagangan saja yang berhasil ditutup pada zona hijau.
“Jadi orang mikirnya pada 2018 mereka [GIAA] rugi, mungkin karena hal-hal itu juga yang membuat orang-orang kehilangan confident terhadap saham GIAA,” jelasnya.
Selain isu laporan keuangan, sentimen dari kekisruhan harga tiket turut menekan pergerakan harga sahamnya.
Turun tangannya pemerintah untuk menurunkan harga tiket direspon kurang baik bagi pemegang saham, sehingga pergerakan saham GIAA cenderung pada down tren.
”Terus isu-isu oligopoli, saya rasa itu menjadi faktor juga yang membuat harganya turun,” katanya.
Mesikipun demikian, secara kinerja perusahaan, dia menilai GIAA sedang dalam performa yang baik pada periode kuartal I/2019.
Adapun, sepanjang kuartal I/2019, GIAA mengantongi pendapatan selama senilai US$924,93 juta, meningkat 11,64% dibandingkan dengan tahun sebelumnya US$828,49 juta.
Sementara itu, GIAA mencatatkan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai US$20,48 juta pada kuartal I/2019 dari tahun sebelumnya yang mencatatkan rugi US$65,34juta.
“Jadi itu pure karena harga tiketnya naik, jadi mereka punya passengers yield naik secara cukup signifikan, secara finansial kuartal I/2019 sudah ada improvement,” pungkasnya.