Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak mentah di Amerika Serikat (AS) berhasil memperpanjang penguatannya pada akhir perdagangan hari ketiga berturut-turut, Senin (24/6/2019), di tengah prospek konfrontasi antara AS dan Iran.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Agustus 2019 ditutup menguat 0,8 persen atau 47 sen di level US$57,90 per barel di New York Mercantile Exchange.
Meski demikian, harga minyak mentah Brent untuk pengiriman Agustus 2019 tergelincir ke zona merah dan ditutup 34 sen di level US$64,86 per barel di ICE Futures Europe exchange yang berbasis di London.
Beberapa hari setelah secara tiba-tiba membatalkan serangan terhadap Iran, Presiden AS Donald Trump, melalui Twitter, mempertanyakan alasan perlunya melindungi Selat Hormuz, jalur perairan di Teluk Persia.
China gets 91% of its Oil from the Straight, Japan 62%, & many other countries likewise. So why are we protecting the shipping lanes for other countries (many years) for zero compensation. All of these countries should be protecting their own ships on what has always been....
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) June 24, 2019
Trump juga menjatuhkan sanksi-sanksi baru pada pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, dan delapan komandan militer.
Ketegangan antara AS dan Iran telah meningkat setelah pemerintah AS menuding Iran bertanggung jawab atas serangan terhadap dua tanker di dekat Selat Hormuz, wilayah yang dilalui sekitar 20 persen dari produksi minyak dunia.
Hal ini kontan meningkatkan prospek konfrontasi militer dan gangguan pasokan minyak mentah di Timur Tengah. Meski sentimen ini mampu mengerek minyak WTI, harga minyak Brent justru turun.
Menurut Bill O'Grady, chief market strategist di Confluence Investment Management LLC., pelemahan harga Brent sebagian karena pedagang menurunkan kemungkinan adanya konfrontasi langsung.
“Minyak AS, meski demikian, mungkin terlihat lebih menarik seiring dengan memanasnya ketegangan. Data pemerintah pekan lalu juga mengindikasikan permintaan di AS sedang meningkat,” jelas O'Grady, seperti dilansir dari Bloomberg.
“Antara ekspor yang lebih tinggi dan harapan untuk kontraksi inventaris di AS, berlanjutnya kenaikan harga WTI sepertinya wajar terjadi,” tambahnya.
Sentimen negatif bagi minyak pada perdagangan Senin bertambah setelah Menteri Energi Rusia Alexander Novak menolak untuk mengatakan apakah negaranya mendukung perpanjangan upaya pengurangan produksi bersama OPEC, yang dilihat penting guna menstabilkan pasar minyak mentah.
Novak mengatakan keputusan terkait hal tersebut baru dapat diketahui setelah KTT G20 yang berlangsung di Jepang pekan ini.
Selain mencermati kondisi di Timur Tengah, pasar juga menantikan dua agenda penting selanjutnya yakni pertemuan Presiden Trump dan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G20 di Jepang dan pertemuan OPEC, Rusia, beserta sejumlah pemasok utama di Wina.
"Tidak jelas apa langkah selanjutnya di Teluk Persia, " ujar Marshaal Steeves, Analis pasar energi di Informa Economics. "Kami tidak tahu apakah akan ada serangan lain, berapa lama akan terjadi pertempuran. Ada banyak yang tidak diketahui."
Pergerakan minyak mentah WTI kontrak Agustus 2019 | ||
---|---|---|
Tanggal | Harga (US$/barel) | Perubahan |
24/6/2019 | 57,90 | +0,47 poin |
21/6/2019 | 57,43 | +0,36 poin |
20/6/2019 | 57,07 | +3,10 poin |
Pergerakan minyak mentah Brent kontrak Agustus 2019 | ||
---|---|---|
Tanggal | Harga (US$/barel) | Perubahan |
24/6/2019 | 64,84 | -0,34 poin |
21/6/2019 | 65,20 | +0,75 poin |
20/6/2019 | 64,45 | +2,63 poin |
Sumber: Bloomberg