Bisnis.com, JAKARTA – Dolar Amerika Serikat masih terbelenggu oleh prospek pelonggaran moneter Federal Reserve, bergerak melemah pada perdagangan hari ini, Selasa (25/6/2019).
Berdasarkan data Bloomberg, indeks dolar AS yang melacak pergerakan greenback terhadap mata uang utama lainnya terpantau melemah 0,09 persen atau 0,084 poin ke level 95,896 pada pukul 10.58 WIB.
Sebelumnya, indeks dolar AS dibuka menguat 0,015 poin atau 0,02 persen ke level 95,995, setelah pada akhir perdagangan Senin ditutup melemah 0,24 poin atau 0,25 persen di posisi 95,980.
Dilansir Bloomberg, aksi jual dolar AS meningkat setelah The Fed mengisyaratkan akan memangkas suku bunga sebelum akhir tahun karena meningkatnya kekhawatiran tentang dampak dari perang tarif yang dilakukan Presiden Donald Trump terhadap China dan banyak mitra dagang lainnya.
Investor menantikan apakah Trump dan Presiden China Xi Jinping setidaknya akan melakukan gencatan dalam perang dagang keduanya ketika mereka diperkirakan akan bertemu di KTT G20 di Osaka akhir pekan ini.
Trump menganggap pertemuannya dengan Xi pada KTT G20 di Jepang minggu ini merupakan kesempatan untuk "mempertahankan hubungannya" dan melihat posisi China dalam dalam sengketa perdagangan, ungkap seorang pejabat senior AS pada Senin (24/6).
Pelemahan dolar menjadi yang paling menonjol terhadap aset safe-haven, yang mencerminkan kekhawatiran terhadap ketegangan antara AS dan Iran.
Sebelumnya, Trump mengenakan sanksi terhadap Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dan pejabat tinggi Iran lainnya. Langkah ini merupakan langkah dramatis dan belum pernah terjadi sebelumnya untuk meningkatkan tekanan terhadap Iran.
"Aset yang dapat digunakan sebagai instrument alternatif disukai, karena dolar dijauhi. Geopolitik dan The Fed adalah dua alasan utama di balik ini," kata Ayako Sera, ekonom pasar di Sumitomo Mitsui Trust Bank.
Di tempat lain, poundsterling masih dirundung kekhawatiran Brexit karena Boris Johnson dipandang cenderung memenangkan mayoritas suara dari anggota partai Konservatif yang akan memutuskan pemimpin dan perdana menteri berikutnya.
Johnson mengulangi janjinya untuk membawa Inggris keluar dari Uni Eropa pada 31 Oktober, dengan atau tanpa kesepakatan.