Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak menanjak lebih dari 2%, Kamis (20/6/2019), kali ini disokong oleh eskalasi ketegangan di Timur Tengah, usai pejabat Amerika Serikat menyebut salah satu pesawat tanpa awak (drone) AS ditembak jatuh oleh rudal Iran.
Berdasarkan data Bloomberg, hingga pukul 15.20 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) menguat 2,33% atau 1,25 poin ke US$55,01 per barel, sedangkan harga minyak Brent menguat 2,28% atau 1,41 poin ke posisi US$63,23 per barel.
Seorang pejabat AS yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa drone tersebut jatuh di wilayah udara internasional di atas Selat Hormuz, Kamis (20/6/2019).
Sebelumnya, laporan dari Iran menyatakan, Garda Revolusi Iran telah menjatuhkan pesawat mata-mata AS di provinsi selatan Hormozgan. Ketegangan meningkat di Timur Tengah, usai serangan pekan lalu terhadap dua kapal tanker di dekat Selat Hormuz.
Kekhawatiran konfrontasi antara Iran dan Amerika Serikat meningkat, dengan Washington menyalahkan Teheran atas serangan kapal tanker itu. Sementara, Teheran menyangkal peran apa pun.
"Sisi geopolitik adalah kartu liar dan tidak dapat diprediksi, tidak hanya kekhawatiran Iran tetapi juga pertemuan perdagangan antara Presiden Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping,” kata Phin Zeibell, ekonom senior di National Australia Bank dikutip dari Reuters, Kamis (20/6/2019).
Baca Juga
Selain ketegangan di Timteng, harga minyak juga didorong oleh laporan stok minyak mentah AS, usai mendekati level tertinggi 2 tahun.
Administrasi Informasi Energi AS, Rabu (29/6/2019) melaporkan bahwa stok minyak mentah AS turun 3,1 juta barel pekan lalu, dibandingkan dengan ekspektasi analis untuk penarikan 1,1 juta barel.
Di samping itu, produk olahan minyak juga mencatat penurunan mengejutkan karena permintaan bensin naik lebih tinggi setiap minggu dan melonjak 6,5% dari tahun sebelumnya.
Sementara itu, OPEC sepakat untuk bertemu pada 1 Juli, diikuti oleh pertemuan dengan sekutu non-OPEC pada 2 Juli, setelah berminggu-minggu bertengkar mengenai tanggal pertemuan.
OPEC dan sekutunya akan membahas apakah akan memperpanjang kesepakatan pemotongan 1,2 juta barel per hari produksi yang habis bulan ini, atau tidak.
Ekspektasi bahwa The Fed dapat memangkas suku bunga pada pertemuan berikutnya juga mendukung harga minyak.
“Stimulus segar dari ekonomi terbesar akan sangat meningkatkan argumen sisi permintaan. Hasil yang positif dengan [perdagangan] AS-China akan meningkat,” kata Edward Moya, analis pasar senior pada broker OANDA.