Bisnis.com, JAKARTA — Setelah sempat kompak menguat, dua harga acuan minyak mentah bervariasi pada perdagangan Selasa (21/5/2019).
Sinyal Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) dan sekutunya memperpanjang pengurangan produksi menjadi sentimen positif bagi harga minyak. Namun, hubungan dagang Amerika Serikat dan China yang berlarut membatasi pergerakan harga komoditas energi itu.
Berdasarkan data Bloomberg, hingga pukul 15:29 WIB, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) menguat tipis 0,36% atau 0,23 poin ke posisi US$63,33 per barel. Sedangkan harga minyak Brent melemah tipis 0,10% atau 0,07 poin ke level US$71,90 per barel.
Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih mendesak koalisi OPEC+ (OPEC dan para sekutunya) untuk tetap di jalur pengurangan produksi, setelah pertemuan di Jeddah selama akhir pekan lalu.
Sejumlah menteri energi negara-negara OPEC dan sekutunya mengadakan pertemuan pada pekan lalu di Jeddah, Saudi. Dalam pertemuan itu mereka cenderung untuk memperpanjang pengurangan produksi hingga paruh kedua 2019.
Falih mengtakan, pihaknya tidak tertipu oleh harga minyak mentah saat ini yang terlihat menguat. Sebab, dia berkeyakinan sejatinya pasar minyak masih rapuh.
Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan, negaranya masih akan mematuhi batas produksi yang disepakati sampai akhir tahun ini.
Mengutip Bloomberg, kemungkinan perpanjangan pemangkasan tersebut dapat menjadi katalis bagi minyak untuk melanjutkan reli tahun ini. Meningkatnya ketegangan di Timur Tengah dan pemangkasan produksi sukarela dari Venezuela ke Rusia juga telah membantu harga menguat.
“OPEC+ untuk saat ini enggan menambah volume produksi minyak secara signifikan ke pasar selama persediaan tampak memadai,” kata para analis Citigroup Inc dalam sebuah laporan.
Sementara itu, mereka sedikit optimis perang dagang akan menghasilkan setidaknya kesepakatan perdagangan sementara pada tahun ini.
Namun, gangguan hubungan antara AS dan China terus menahan kenaikan harga minyak. Hubungan kedua raksasa ekonomi dunia itu makin memanas, setelah Pemerintah AS mengumumkan Huawei masuk dalam daftar hitam atau blacklist, pelarangan untuk membeli perangkat dan komponen dari AS.
Zhang Ming, utusan China untuk Uni Eropa mengatakan, langkah pemerintahan Trump terhadap Huawei merupakan perilaku yang salah dan penyalahgunaan terhadap langkah-langkah pengendalian ekspor.