Bisnis.com, JAKARTA - Harga Tembaga dan sebagian besar logam industri lainnya berhasil ditutup menguat pada perdagangan pekan lalu, Jumat (10/5/2019), seiring dengan optimisme pasar bahwa AS dan China dapat mencapai kesepakatan perdagangan.
Optimisme tersebut tetap muncul, bahkan ketika AS resmi menaikkan tarif impor sebesar 25% dari semula 10% untuk barang-barang China senilai US$200 miliar.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (10/5/2019), harga tembaga di bursa London ditutup menguat 0,39% menjadi US$6.126 per ton. Sementara itu, harga tembaga di bursa Comex menguat 0,11% menjadi US$277,45 per pon.
Untuk logam industri lainnya, aluminium ditutup terapresiasi 0,50% menjadi US$1.808 per ton, seng ditutup menguat 0,77% menjadi US$2.630 per ton, dan timah berhasil naik 1,9% menjadi US$19.625 per ton.
Mengutip Reuters, Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa pembicaraan perdagangan antara Amerika Serikat dan China masih akan dilakukan dan keberlanjutan tarif AS akan bergantung pada hasil negosiasi.
Komentar Trump tersebut mengirim sinyal ke pasar bahwa, meskipun terdapat kemunduran yang signifikan antara kedua belah pihak pada pekan lalu, negosiasi pada Kamis dan Jumat tidak menyebabkan kerusakan total.
Baca Juga
"Selama 2 hari terakhir, Amerika Serikat dan China telah mengadakan pembicaraan yang jujur dan konstruktif mengenai status hubungan perdagangan kedua negara," kata Trump melalui akun resmi twitternya, seperti dilansir dari Reuters, Minggu (12/5/2019).
Investor juga merasa lega bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He tetap memutuskan untuk pergi ke Washington untuk melakukan pembicaraan dengan para pejabat AS sesuai jadwal.
Hal tersebut terjadi setelah kekhawatiran muncul pada awal pekan lalu bahwa China akan membatalkan perundingan perdagangan.
Meskipun demikian, Trump mengatakan pihaknya akan tetap mengenakan tarif impor 25% untuk barang China lainnya senilai US$325 miliar.
Kemudian sebagai respons atas kenaikan tarif tersebut, China mengatakan bakal melakukan kebijakan balasan yang diperlukan. Namun, tidak dijelaskan kebijakan apa yang mereka maksud.
Adapun, ketegangan perdagangan yang meningkat dapat mengganggu permintaan untuk logam, terutama di China sebagai negara konsumen utama.
Direktur Pelaksana Layanan Investor Moody Michael Taylor mengatakan bahwa tarif yang lebih tinggi akan memiliki efek negatif yang signifikan pada ekspor China sehingga ekonomi dalam negeri akan melambat dan menghambat permintaan logam.
"Sementara pelonggaran kebijakan lebih lanjut oleh China saat ini hanya akan mengurangi beberapa dampak," papar Michael.