Bisnis.com, JAKARTA — Sektor industri barang konsumsi masih berpotensi menjadi sektor yang berkinerja unggul sepanjang tahun ini, meskipun pada awal April ini kinerja indeksnya mengalami tekanan dan mulai berbalik negatif.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, hingga Jumat (12/4/2019) pekan lalu, dalam dua pekan awal April, kinerja indeks sektor barang konsumsi berbalik negatif dari yang semula positif per kuartal I/2019 sebesar 1,20% ytd menjadi -1,06% ytd.
Pada Senin (15/4/2019), indeks ini mulai meningkat lagi sebesar 0,76%, sehingga mendorong kinerjanya menjadi -0,30% ytd. Pelemahan sebenarnya tidak saja terjadi di sektor ini, tetapi sektor ini menjadi sektor yang berbalik negatif di awal April bersama sektor industri dasar dan kimia.
Alfred Nainggolan, Kepala Riset Koneksi Capital, mengatakan bahwa koreksi sektor ini sebulan terakhir mencapai sekitar 5%. Dalam sebulan, saham INDF turun 10,80%, ICBP turun 12,14%, UNVR turun 2,20%, HMSP turun 2,37%, GGRM turun 13,63%, dan MYOR turun 2,67%.
Menurutnya, kondisi ini sangat menarik, sebab kinerja keuangan sektor ini sepanjang 2018 positif. Konsumsi rumah tangga 2018 juga tumbuh 5,05%, lebih tinggi dibandingkan dengan 2017 yang sebesar 4,95%. Pertumbuhan penjualan ritel juga naik dari 2,9% pada 2017 menjadi 3,7% pada 2018.
Tahun ini, pemerintah menargetkan perumbuhan ekonomi 5,2%, sehingga indikator belanja konsumsi dan penjualan ritel juga berpeluang meningkat tahun ini. Apalagi dengan kebijakan pemerintah yang lebih populis tahun ini.
Baca Juga
Alfred mengatakan, turunnya kinerja indeks sektor konsumsi bulan ini justru menjadi peluang yang baik bagi investor, sebab tidak didukung oleh penurunan kinerja fundamental. Artinya, saham-saham sektor ini kini sudah tergolong murah.
Menurutnya, price to earning (PE) ratio sektor ini memang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan sektor lain. Namun, hal tersebut wajar sebab sektor ini merupakan sektor defensif dan cenderung stabil karena ditopang konsumsi yang stabil dari masyarakat.
“Koreksi indeks ini sebulan terakhir memang sulit dijelaskan dari sisi faktor fundamentalnya, sehingga kami melihat faktornya semata karena pelepasan oleh pemegang sahamnya saja, mungkin karena perubahan kebijakan portofolio,” katanya, Senin (15/4/2019).
Alfred menilai, usai pemilu, saham-saham sektor ini berpeluang bangkit lebih cepat, apalagi sektor ini didominasi emiten blue chip. Emiten blue chip umumnya mendapat prioritas pasar ketika kondisi membaik.
Penopang bagi ekspektasi pembaikan kinerja usai pemilu antara lain karena semakin dekatnya periode lebaran yang akan mendorong tingkat konsumsi masyarakat, serta berakhirnya pemilu yang selama ini menyebabkan investor wait and see. Selain itu, ada peluang technical rebound setelah koreksi harga sebulan terakhir, sebab koreksi tidak didukung oleh pelemahan fundamental.
Menurutnya, pasar cenderung mengekspektasikan kestabilan, sehingga bila petahana terpilih kembali akan memberikan sentimen positif yang kuat usai pemilu bagi sektor ini. Namun, bila paslon penantang yang menang, kemungkinan akan ada koreksi lanjutan jangka pendek.
Alfred memfavoritkan saham-saham blue chip di sektor ini, seperti ICBO dan GGRM. Selain itu, emiten lainnya yang menarik yakni HOKI.
William Surya Wijaya, VP Research Indosurya Bersinar Sekuritas, mengatakan bahwa sektor ini sangat menarik sebab tingkat konsumsi Indonesia sangat tinggi. Hal ini juga ditopang indeks keyakinan konsumen masih stabil di atas 100.
Hanya saja, subsektor rokok seperti HMSP dan GGRM memiliki banyak tantangan karena karakter industrinya, seperti terbatasnya ruang iklan, kampanye anti rokok yang masif, ruang bebas rokok yang makin terbatas, cukai, dll.
William menyakini bahwa ada peluang yang sangat besar bagi sektor industri barang konsumsi untuk rebound tahun ini. Koreksi harga sepanjang dua pekan ini tidak dapat menjadi indikator negatifnya kinerja sektor ini hingga akhir tahun.
“Saya masih memilih saham HMSP, masih cukup menarik. Selain itu, UNVR, ICBP, INDF, dan KLBF juga layak koleksi. Saham lainnya yang mungkin market cap-nya agak kecil seperti ROTI dan MYOR juga masih cukup menarik,” katanya.
Krestanti Nugrahane Widhi, analis MNC Sekuritas, mengatakan bahwa investor memang cenderung melepas saham big cap di sektor ini menjelang pemilu karena lebih memilih menahan diri. Namun, dirinya memperkirakan hingga akhir tahun ini, sektor ini berpotensi membaik.
Hal ini didasarkan proyeksi tingkat pertumbuhan penjualan ritel pada level 3,70% - 4,01% yoy, sejalan dengan ekspektasi pertumbuhan GDP antara 5,2% - 5,3% dan belanja rumah tangga 5,07% - 5,16%. Pemerintah juga tampaknya fokus pada kebijakan populis dan meningkatkan konsumsi, khususnya masyarakat segmen bawah.
Saham-saham pilihannya yakni GGRM dengan target harga Rp101.000 karena didukung oleh penahanan kenaikan tariff cukai tahun ini dan pertumbuhan rokok jenis SKM full flavor yang masih mendominasi penjualan rokok nasional.
Saham lainnya yakni ICBP dengan target Rp11.600, didukung oleh pertumbuhan segmen mie instan dan berbagai strategi dalam menangkap pasar milenial. HOKI juga direkomendasikan beli dengan target harga Rp1.070 sejalan dengan penambahan kapasitas produksi.
“Kami memperkirakan daya beli masyarakat akan bertumbuh [selama ramadhan] dan diharapkan mampu menjadi stimulus positif bagi kinerja sejumlah emiten consumer goods,” katanya.