Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah emiten yang bergerak di bidang pertambangan logam mengklaim telah merealisasikan kinerja bisnis mentereng pada kuartal I/2019 sejalan dengan peningkatan kegiatan operasi produksi dan penjualan.
Direktur Keuangan Timah Emil Ermindra mengatakan kinerja perseroan pada kuartal I/2019 menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dibanding periode yang sama tahun lalu. Penertiban tambang ilegal pada tahun lalu disebut telah mendorong peningkatan perolehan produksi bijih timah mencapai sekitar 21.600 ton stannum (sn).
“[Jumlah tersebut] 261% dari target rencana kerja dan anggaran perusahaan [RKAP] 2019 atau tumbuh 389% dibanding pencapaian Maret 2018,” ujarnya kepada Bisnis.com, akhir pekan lalu.
Sejalan dengan pertumbuhan bijih timah, Emil menyebut volume produksi logam mencapai 16.300 metrik ton (mt). Realisasi itu setara 318% dari sasaran yang ditetapkan dalam RKAP 2019.
Dengan meningkatnya kinerja operasi produksi, sambungnya, pemasaran juga mengalami pertumbuhan. Dari sisi ekspor misalnya, volume sampai dengan Maret 2019 mencapai sekitar 12.600 ton dengan harga jual rerata US$21.500 per mt. “Pencapaian ini adalah sebesar 1.555% dari target RKAP 2019 atau mencapai 318% bila dibandingkan dengan besar sales pada Maret 2018,” imbuhnya.
Emil menyebut peningkatan kinerja operasi produksi dan penjualan berdampak positif terhadap peningkatan laba perseroan. Pihaknya mengklaim telah membukukan laba Rp302 miliar pada Januari 2019—Maret 2019.
Baca Juga
Pencapaian tersebut, lanjut dia, setara dengan 98% dari target RKAP 2019 atau tumbuh 322% dari laba periode yang sama tahun lalu. Dengan demikian, emiten berkode saham optimistis mencapai sasaran yang telah ditetapkan pada tahun ini.
Sebagai catatan, TINS mengincar laba bersih Rp1,2 triliun pada 2019. Dengan demikian, perseroan memproyeksikan dapat mengantongi Rp100 miliar per bulan.
Emil menambahkan perseroan memiliki sejumlah strategi untuk meningkatkan volume penjualan sejalan dengan besarnya volume produksi. Pertama, intensifikasi volume pembelian pelanggan yang ada dengan sistem diskon.
Kedua, menambah jumlah pelanggan baru terutama dari Asia. Ketiga, membuka kantor pemasaran dalam bentuk anak usaha Indo Metal London sebagai marketing arm yang fokus memperbesar pangsa pasar di Asia Pasifik.
Timah mengantongi pendapatan Rp11,04 triliun pada 2018. Realisasi itu naik 19,88% dari Rp9,21 triliun pada 2017. Dengan demikian, laba yang dapat diatribusikan kepada entitas induk senilai Rp531,35 miliar pada 2018. Pencapaian itu naik 5,76% dari Rp502,43 miliar pada 2017.
Di lain pihak, Herwin W. Hidayat Director & Investor Relations PT Bumi Resources Minerals Tbk. melaporkan perseroan telah mengantongi laba bersih US$81.723 pada kuartal I/2019. Posisi itu berbalik dari kerugian US$4,66 juta pada kuartal I/2018.
Selain itu, emiten berkode saham BRMS tersebut juga menekan interest & finance charges dari US$3,78 juta pada kuartal I/2018 menjadi US$7.779 pada kuartal I/2019.
Herwin menjelaskan bahwa BRMS menghasilkan keuntungan atas kinerja operasinya sepanjang kuartal I/2018. Perseroan akan memulai produksi dari proyek tambang emasnya di Palu, Sulawesi sesuai jadwal pada kuartal IV/2019.
Selanjutnya, lanjut dia, BRMS bersama dengan mitra kerjanya, NFC China, telah memulai pekerjaan pembangunan infrastruktur dan segera memasuki tahap produksi dari proyek tambang seng dan timah hitamnya di Dairi, Sumatra pada 2021. “BRMS tengah mengkaji kemungkinan untuk mempercepat rencana produksi dari tambang tembaganya di Gorontalo, Sulawesi dari jadwal awalnya 2022,” ujarnya.
Sebagai catatan, PT Gorantalo Minerals telah memperoleh izin kegiatan operasi produksi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Izin tersebut menjadi dasar bagi Gorontalo Minerals (GM) untuk mengembangkan dan mengoperasikan tambang tembaga dan emas yang dimiliki di Gorontalo, Sulawesi Utara.
Adapun, restu tersebut memberikan jangka waktu konstruksi selama 3 tahun dan setelah masa konstruksi tersebut selesai jangka waktu operasi produksi selama 30 tahun sampai dengan 31 December 2052. Rata-rata volume sebesar 1 juta ton bijih per tahun.
Seperti diketahui, GM dimiliki 80% oleh BRMS dan sisanya oleh PT Aneka Tambang Tbk. dan tercatat saat ini mengoperasikan konsesi tambang berdasarkan kontrak karya (KK) atas lahan seluas 24.995 hektare di Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, di Sulawesi Utara.
Direktur Keuangan Kapuas Prima Coal Hendra Susanto mengatakan realisasi penjualan masih stabil pada kuartal I/2019. Menurutnya, belum ada pertumbuhan signifikan karena flotasi kedua masih dalam tahap uji coba. “Tetapi, dari kuartal II/2019 ke atas, akan inline dengan target 450.000 ton ore pada 2019,” ujarnya kepada Bisnis.com, akhir pekan lalu.
Dia menjelaskan bahwa selama kuartal I/2019 banyak penumpukan ore yang siap diproses begitu pabrik flotasi kedua siap beroperasi. Pihaknya mengklaim persiapan fasilitas itu sudah mencapai tahap final pada awal April 2019. “Moga-moga dalam waktu dekat akan mulai berjalan optimal dengan kapasitas 1.500 ton—2.000 ton per hari,” imbuhnya.
Hendra menambahkan selama kuartal I/2019 perseroan lebih banyak memproses ore dengan kadar-kadar tinggi. Pergerakan harga zinc atau seng, sejak Desember 2018—Maret 2019, menurutnya telah melonjak hingga 18%.
Berdasarkan pemberitaan Bisnis.com sebelumnya, emiten berkode saham ZINC itu memproyeksikan produksi bijih dapat meningkat menjadi 450.000 ton pada 2019. Target itu sejalan dengan pengoperasian pabrik flotasi kedua.
Dengan demikian, penjualan konsentrat diproyeksikan perseroan akan meningkat di atas 70.000 ton. Komposisi seng dan timbal diperkirakan tidak banyak berubah pada 2019 sekitar 65% banding 35%.