Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Masa Penawaran Menghitung Hari, SBR-006 Baru Terserap Rp1 Triliun

Instrumen surat berharga negara (SBN) ritel seri saving bond retail SBR-006 yang kini tengah dipasarkan sepi peminat, ditengarai karena faktor jadwal emisi yang kian rutin dan ketersediaan dana investor ritel yang semakin terbatas.
Direktur Surat Utang Negara Kemenkeu Loto Srinaita Ginting (kanan) bersama SVP Wealth Management Bank Mandiri Elina Wirjakusuma (kiri) dan Head of Fixed Income Research PT Mandiri Sekuritas Handy Yunianto (tengah) memberikan sosialisasi penjualan SBR006 kepada karyawan Bank Mandiri di Jakarta, Selasa (9/4/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Direktur Surat Utang Negara Kemenkeu Loto Srinaita Ginting (kanan) bersama SVP Wealth Management Bank Mandiri Elina Wirjakusuma (kiri) dan Head of Fixed Income Research PT Mandiri Sekuritas Handy Yunianto (tengah) memberikan sosialisasi penjualan SBR006 kepada karyawan Bank Mandiri di Jakarta, Selasa (9/4/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA—Instrumen surat berharga negara (SBN) ritel seri saving bond retail SBR-006 yang kini tengah dipasarkan sepi peminat, ditengarai karena faktor jadwal emisi yang kian rutin dan ketersediaan dana investor ritel yang semakin terbatas.

Berdasarkan data informasi pemasaran SBR-006 yang dikutip dari Investree.id, total penjualan instrumen ini hingga Rabu (10/4/2019) pukul 19.00 WIB baru mencapai Rp1,07 triliun, atau 53,75% dari targetnya senilai Rp2 triliun.

Masa pemasaran tersisa 6 hari lagi hingga Selasa (16/4/2019) pekan depan. Pemasaran instrumen ini dimulai sejak Senin (1/4/2019) atau sudah berlangsung 10 hari.

Dengan masa pemasaran yang tersisa, tampaknya cukup sulit bagi instrumen ini untuk menyaingi nilai pemasaran seri sebelumnya, yakni SBR-005 yang terbit Januari 2019 senilai Rp4,01 triliun, atau sukuk tabungan ST-003 yang terbit Februari 2019 senilai Rp3,13 triliun.

Dibandingkan kedua instrumen tersebut, seri SBR-006 ini memang menawarkan kupon yang lebih rendah, yakni 7,95% atau 195 bps di atas BI 7 Days Repo Rate. Dua seri sebelumnya menawarkan kupon 8,15% atau 215 bps di atas BI 7DRR.

Ramdhan Ario Maruto, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia, mengatakan bahwa insturmen SBR-006 ini bersifat non-tradable atau tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Minat investor cenderung lebih terbatas pada instrumen jenis ini.

Apalagi, pada Maret 2019 lalu, pemerintah baru saja menawarkan instrumen yang bersifat tradable atau dapat diperdagangkan untuk ritel, yakni sukuk ritel seri SR-011.

Peminatnya membeludak hingga Rp21,12 triliun, jauh lebih tinggi dibandingkan SR-010 yang terbit tahun lalu yang hanya Rp8,44 triliun. Kupon SR-011 ini juga lebih tinggi dibandingkan SBR-006 yang tengah ditawarkan, yakni 8,05%.

Ramdhan menilai, setelah investor banyak mengalokasikan investasinya pada SR-011 serta SBR-005 dan ST-003 di awal tahun ini, investor tampaknya mulai jenuh karena banyaknya instrumen yang diterbitkan.

Tahun ini, untuk pertama kalinya dalam sejarah pemerintah memutuskan untuk menerbitkan SBN ritel secara rutin hampir setiap bulan. Targetnya akan ada 10 instrumen yang terbit tahun ini, satu instrumen per bulan, kecuali pada momentum lebaran dan natal.

Tahun lalu, jumlah penerbitan hanya 5 seri, sedangkan tahun-tahun sebelumnya bahkan lebih sedikit lagi.

“Menurut saya, kalau seri SBR-006 ini bisa laku antara Rp1,5 triliun hingga Rp2 triliun saja sudah sangat bagus, karena menang produknya setiap bulan ada dan tentu pasar ada titik jenuhnya juga. Ini bisa jadi evaluasi bagi pemerintah apakah perlu diterbitkan tiap bulan seperti ini tahun depan,” katanya, Rabu (10/4/2019).

Ramdhan mengatakan, produk investasi keuangan seperti ini masih didominasi oleh investor perkotaan besar di Jawa, sehingga makin lama daya serap investornya akan terus berkurang. Indonesia memang masih menghadapi tantangan pendalaman pasar, sehingga sosialisasi instrumen ini hingga ke daerah-daerah masih sangat diperlukan.

Menurutnya, kehadiran instrumen ini setiap bulan memang memberikan kesempatan kepada investor ritel untuk belajar dan mengenal instrumen ini. Namun, risikonya, tidak semua periode penerbitan akan sukses.

Anup Kumar, Pengamat Pasar Fixed Income, sependapat bahwa rendahnya penyerapan SBR-006 kemungkinan besar disebabkan karena dana investor sudah banyak terserap di SR-011 bulan lalu. Faktor lainnya yakni karena kuponnya yang turun, walaupun sebenarnya masih sangat menarik dibandingkan deposito.

Anup menilai, tampaknya akan cukup sulit bagi seri SBR-006 ini untuk dapat terjual hingga Rp2 triliun. Meskipun demikian, hal ini tidak otomatis berarti instrumen ini mulai ditinggalkan atau kurang diminati investor, tetapi semata karena kian terbatasnya ketersediaan investasi masyarakat karena rutinnya penerbitan SBN ritel awal tahun ini.

Kemungkinan lainnya, investor kini tengah mengalokasikan dananya untuk kebutuhan lain, seperti konsumsi atau pengembangan usaha.

“Jadi, apakah instrumen ini jelek? Saya kira tidak. Hanya saja mungkin karena seri yang diterbitkan bannyak, investor jadi membagi-bagi dananya ke setiap instrumen. Investor jadi punya pilihan kapan masuk dan kapan tidak, kapan ditempatkan di sini dan kapan di tempat lain,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper