Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan, Rupiah Tergerus

Keperkasaan rupiah kembali diuji sehingga menyebabkan mata uang garuda harus ditutup melemah pada perdagangan Rabu (10/4/2019) seiring dengan International Moneter Fund (IMF) memangkas prospek pertumbuhan global.
Karyawati Bank Mandiri menghitung mata uang dolar AS dan rupiah di Jakarta, Selasa (12/2/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam
Karyawati Bank Mandiri menghitung mata uang dolar AS dan rupiah di Jakarta, Selasa (12/2/2019)./Bisnis-Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Keperkasaan rupiah kembali diuji sehingga menyebabkan mata uang garuda harus ditutup melemah pada perdagangan Rabu (10/4/2019) seiring dengan International Moneter Fund (IMF) memangkas prospek pertumbuhan global.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Rabu (10/4/2019), rupiah ditutup melemah 0,141% menjadi Rp14.153 per dolar AS. Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa proyeksi terbaru dari IMF tersebut akan menghilangkan daya tarik investor terhadap aset berisiko termasuk mata uang emerging market.

"Kemungkinan proyeksi terbaru IMF ini akan membawa suasana murung ke pasar keuangan Indonesia dan Asia secara keseluruhan," ujar Ibrahim kepada Bisnis.com, Rabu (10/4/2019).

IMF telah memangkas prospek pertumbuhan global sepanjang tahun ini menjadi hanya 3,3% level terendah sejak krisis keuangan. Sementara itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk 2019 tetap di level 5,2%.

Namun, hal tersebut bukan berarti ekonomi dalam negeri akan terus membaik, karena  proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk beberapa mitra dagang utama Indonesia juga ikut dipangkas oleh IMF.

Seperti Jepang, pertumbuhan ekonomi 2019 diperkirakan 1%, melambat dibandingkan proyeksi yang dibuat pada Januari lalu yaitu 1,1%. Pertumbuhan ekonomi India tahun ini juga diramal hanya sebesar 7,3%, melambat dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya yaitu 7,5%. Selain itu, pertumbuhan ekonomi negara berkembang pada 2019 diperkirakan hanya sebesar 4,4%, melambat dibandingkan proyeksi sebelumnya yang sebesar 4,5%. 

"Ketika ekonomi di negara-negara tersebut kurang bergairah, tandanya ada penurunan permintaan. Kinerja ekspor Indonesia tentu akan terpengaruh, dan ini bisa merambat ke pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan," papar Ibrahim.

Di sisi lain muncul risiko perang dagang terbaru antara AS dan Uni Eropa yang menjadi beban kenaikan laju rupiah. Presiden AS Donald Trump mengancam akan mengenakan tarif impor terhadap produk Benua Biru senilai US$11 miliar.

Hal tersebut dikarenakan Donald Trump murka karena Uni Eropa dituding memberikan subsidi yang besar kepada Airbus, yang dinilainya sebagai praktik persaingan tidak sehat.  Ibrahim memperkirakan rupiah akan diperdagangkan pada Kamis (11/4/2019) pada level Rp14.120 per dolar AS hingga Rp14.180 per dolar AS. 

Sementara itu, mengutip riset harian Asia Trade Point Futures, saat ini fokus pelaku pasar diperkirakan masih akan tertuju pada notulensi FOMC untuk Maret. "Bila notulensi tersebut menunjukkan sinyal dovish, nilai tukar rupiah diperkirakan masih berpotensi menguat meski terbatas," tulis Asia Trade Point Futures seperti dikutip dalam risetnya, Rabu (10/4/2019).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper