Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KINERJA 2018 : Grup Salim dan Sinarmas Melaju, Grup Triputra Tertekan

Sebagian besar emiten telah mempublikasikan laporan keuangan 2018. Bagaimana kinerja emiten di bawah naungan Grup Salim, Sinarmas, dan Triputra?
Karyawan memantau pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di salah satu perusahaan sekuritas di Jakarta, Jumat (5/4/2019)./Bisnis-Nurul Hidayat
Karyawan memantau pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di salah satu perusahaan sekuritas di Jakarta, Jumat (5/4/2019)./Bisnis-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Sebagian besar emiten telah mempublikasikan laporan keuangan 2018. Bagaimana kinerja emiten di bawah naungan Grup Salim, Sinarmas, dan Triputra?

Sembilan emiten yang terafiliasi dengan Grup Salim telah melaporkan kinerja 2018. Di sektor consumer goods, kelompok usaha itu mengandalkan PT Indofood Sukses Makmur Tbk. dan menjadi induk sejumlah entitas yakni PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk., PT Salim Ivomas Pratama Tbk., dan PT PP London Sumatra Indoensia Tbk. 

Grup Salim juga bergerak di sektor otomotif dan komponennya melalui PT Indomobil Sukses Internasional Tbk. Adapula di sektor ritel melalui PT Indoritel Makmur Internasional Tbk.

Indoritel Makmur Internasional juga memiliki saham di PT Fast Food Indonesia Tbk. yang bergerak di sektor restoran. Di sektor lembaga pembiayaan ada PT Indomobil Multi Jasa Tbk.  Secara keseluruhan kinerja emiten afilisasi Grup Salim mencatatkan pertumbuhan, selain di sektor perkebunan, lembaga pembiayaan dan otomotif. 

Grup Sinarmas juga mencatatkan kinerja positif sepanjang tahun lalu. Pertumbuhan laba tertinggi dicapai oleh emiten di sektor industri dasar, PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk. sebesar 720,46%. Emiten lainnya di sektor yang sama, PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. juga tercatat tumbuh 52,13%. 

Sementara itu, kinerja Grup Triputra tertekan pada 2018. Dua dari 3 emiten di bawah Grup Triputra mengalami penurunan pendapatan dan laba bersih. 

PT Kirana Megatara Tbk. mencatatkan pendapatan Rp10,16 triliun pada 2018. Padahal, pada 2017, pendapatan emiten dengan kode saham KMTR ini mencapai Rp12,11 triliun. Adapun, laba bersih KMTR turun dalam sebesar 99,63% menjadi Rp1,59 miliar pada 2018, dari tahun sebelumnya sebesar Rp423,17 miliar. 

PT Dharma Satya Nusantara Tbk. juga mencatatkan penurunan pendapatan sebesar 7,72% menjadi Rp4,76 triliun pada 2018. Adapun, laba bersih emiten dengan kode saham DSNG ini turun 26,94% menjadi Rp420,50 miliar pada 2018. 

Kinerja positif dialami PT Adi Sarana Armada Tbk. sepanjang 2018. Pendapatan ASSA naik 10,24% menjadi Rp1,86 triliun, sedangkan laba bersih naik 39,06% menjadi Rp143,51 miliar pada 2018. 

Head of Research FAC Sekuritas Wisnu Prambudi Wibowo menjadikan Grup Salim sebagai konglomerasi favorit dibandingkan dengan grup lainnya. Kelompok usaha ini memiliki bisnis yang kuat di sektor consumer goods melalui INDF dan ICBP. 

Kebijakan seperti bantuan sosial program keluarga harapan yang meningkat dari Rp19,2 triliun pada 2018 menjadi Rp34 triliun pada 2019 menjadi katalis positif bagi emiten consumer goods. Selain itu, momentum Asian Games 2018 juga dimanfaatkan perseroan untuk meluncurkan produk baru. 

Katalis lainnya yang dapat mendorong kinerja perseroan yakni nilai tukar rupiah yang cenderung stabil sepanjang tahun ini. "Di sektor consumer goods, INDF dan ICBP sudah kuat. Penopangnya ICBP," katanya. 

Di sektor ritel, kinerja DNET dan FAST juga tercatat positif. Sementara itu, kinerja di lini bisnis perkebunan diperkirakan bakal membaik pada tahun ini. 

Wisnu memperkirakan CPO bakal membaik pada tahun ini, seiring dengan kenaikan harga CPO secara year to date sebesar 6,23%. Pada tahun lalu, harga CPO turun sekitar 18%.  

Roadmap pemerintah untuk memproduksi bahan bakar minyak avtur hijau dari minyak inti kelapa sawit menjadi juga dapat menjadi katalis positif bagi emiten tersebut. Meski demikian, masih ada sentimen berupa larangan Uni Eropa atas komoditas CPO dan turuannya.  "Pilihan yang paling menarik di ICBP. Jika melihat peluang CPO di 2019, LSIP itu menarik," katanya. 

Wisnu memberikan rekomendasi beli terhadap saham ICBP, INDF, dan LSIP dengan target harga masing-masing Rp10.400, Rp7.350, dan Rp1.500 sepanjang 2019. 

Sementara itu, di Grup Sinarmas, Wisnu melihat sektor industri dasar paling menarik. Dibandingkan dengan INKP, analis tertarik pada saham TKIM karena tren pertumbuhan kinerja yang kuat. 

Meski demikian, industri kertas dihadapkan pada tantangan tren digitalisasi dan harga kertas yang cenderung turun. Analis memberikan rekomendasi beli terhadap saham TKIM dengan target harga Rp13.700 sepanjang 2019. 

Senada, Kepala Riset Narada Asset Management Kiswoyo Adi Joe memperkirakan Grup Salim akan kembali mencatatkan prospek positif pada tahun ini. Ini karena bisnis di sektor consumer goods yakni INDF dan ICBP, telah kuat. 

"Dari sisi skala bisnis lebih besar. ICBP rajanya mie instan dan INDF ada Bogasari rajanya tepung terigu," katanya pada Jumat (7/4/2019). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Azizah Nur Alfi
Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper