Bisnis.com, JAKARTA — Pemilik merek dagang Sari Roti, PT Nippon Indosari Corpindo Tbk. pada Oktober 2018 meluncurkan produk roti manis baru Boti untuk menyasar segmen berpenghasilan rendah seharga Rp2.000 per potong, di tengah ketatnya kompetisi produk sejenis. Apakah strategi ini mampu mengerek saham emiten dengan kode saham ROTI itu?
Pada perdagangan Jumat, saham ROTI ditutup melemah 0,83% atau turun 10 poin ke level Rp1.200 per saham. Meski demikian, sejak enam bulan terakhir saham ROTI telah menguat 24,35%. Saham ROTI saat ini diperdagangkan pada price earning ratio (PER) 42,86 kali dengan kapitalisasi pasar Rp7,42 triliun.
Analis PT Indo Premier Sekuritas Willy Goutama mengkritisi inisiatif ROTI memperluas cakupan pasar, yakni ke segmen berpenghasilan rendah dan pasar luar negeri. Pertama, segmen berpenghasilan rendah telah jenuh dengan persaingan ketat yang diisi banyak pemain dan kurangnya loyalitas konsumen Kedua, permintaan dari segmen ini sangat elastis karena sangat sensitif terhadap harga. Ketiga, ekspansi ke pasar Fiipina meningkatkan biaya operasional.
Analis mengamsusikan biaya operasional lebih tinggi ketika melepas produk baru, yakni beban transportasi diproyeksi naik menjadi 8% pada 2019 dan 2020, dibandingkan dengan rata-rata 5 tahun sebesar 7% dari penjualan, serta belanja iklan dan promosi diproyeksi 7,5% pada 2019 dan 8% pada 2020, dibandingkan dengan rata-rata 5 tahun sebesar 5,5%.
Analis menyebutkan, laba bersih perseroan sebesar Rp173 miliar pada 2018, melampaui proyeksi analis sebesar 104% dan proyeksi pasar sebesar 109%. Pertumbuhan laba bersih didorong tingkat retur yang lebih rendah dari 18,17% pada 2017 menjadi 17,57% pada 2018. Di sisi lain, penjualan bruto tumbuh relatif lebih lambat menjadi 10% pada 2018, dibandingkan dengan compound annual growth rate (CAGR) selama 5 tahun sebesar 14%.
Di tengah kompetisi, analis memperkirakan margin keuntungan dan penjualan perseroan tumbuh low double digit. Indo Premier Sekuritas menurunkan rekomendasi menjadi jual terhadap saham ROTI dengan target harga yang lebih rendah sebesar Rp910, dari Rp1.010. Target harga ini mencerminkan proyeksi PE 2019 sebesar 31,3 kali, sesuai dengan valuasi emiten fast moving consumer goods yang rata-rata 31 kali.
"Menurunkan rekomendasi ke jual karena prospek profitabilitas yang rendah," katanya dikutip dari riset yang dirilis pada Jumat (15/3/2019).
Tim analis Panin Sekuritas dalam riset yang dirilis pada Kamis (14/3/2019), mengungkapkan bahwa penjualan bersih sebesar Rp2,8 triliun atau tumbuh 11,1% secara tahunan, melampaui proyeksi Panin Sekuritas sebesar 101,5% dan secara konsensus sebesar 99%. Sementara itu, laba usaha tercatat turun 24,40% secara tahunan menjadi sebesar Rp194,41 miliar.
Laba usaha tercatat turun disebabkan kenaikan beban penjualan 21% atau setara dengan 35,3% terhadap pendapatan di 2018, dibandingkan 2017 yang sebesar 32,4%, karena peningkatan iklan dan promosi serta jasa distribusi.
Panin Sekuritas memberikan rekomendasi hold terhadap saham ROTI dengan target harga Rp1.200 per saham. Rekomendasi ini dengan mempertimbangkan valuasi yang mahal di mana saat ini saham ROTI diperdagangkan di PE 38,7 kali di 2019, 70% premium dibandingkan cakupan emiten consumer. Di samping itu, adanya tekanan margin karena kompetisi dari produsen sejenis seperti Gardenia, Multi Star, Indoroti & Yamazaki.