Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Diuntungkan Isu Brexit, Rupiah Tergelincir

Nilai tukar rupiah tergelincir dan berakhir melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Kamis (14/3/2019).
Karyawan memegang mata uang rupiah di gerai penukaran mata uang asing Ayu Masagung, Kwitang, Jakarta Pusat, Senin (28/1/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Karyawan memegang mata uang rupiah di gerai penukaran mata uang asing Ayu Masagung, Kwitang, Jakarta Pusat, Senin (28/1/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah tergelincir dan berakhir melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Kamis (14/3/2019).

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup melemah 13 poin atau 0,09% di level Rp14.278 per dolar AS, dari level penutupan perdagangan sebelumnya.

Pada perdagangan Rabu (13/3), rupiah masih mampu ditutup menguat 2 poin atau 0,01% di level Rp14.265 per dolar AS, apresiasi hari ketiga berturut-turut.

Padahal, rupiah sempat melanjutkan apresiasinya dengan dibuka menguat 25 poin atau 0,18% di level Rp14.240 per dolar AS pagi tadi. Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak fluktuatif di level Rp14.240 – Rp14.280 per dolar AS.

Bersama rupiah, mata uang lainnya di Asia mayoritas melemah terhadap dolar AS petang ini. Baht Thailand dan yuan offshore China memimpin pelemahan, masing-masing sebesar 0,55% dan 0,49% pada pukul 17.40 WIB.

Baht Thailand menjadi yang terlemah di antara mata uang pasar negara berkembang (emerging market) di Asia, ketika sebagian investor memilih bersikap hati-hati menjelang digelarnya agenda pemilu di negara tersebut bulan ini, pemilu pertama sejak kudeta militer 2014.

“Baht berada di bawah tekanan saat pelaku pasar berhati-hati menjelang pemilu di Thailand pada 24 Maret,” terang Roong Sanguanruang, seorang analis pasar di Bank of Ayudhya, seperti dilansir Bloomberg.

Mata uang emerging market lainnya turut melemah sejalan dengan pelemahan bursa emerging market pascarilis data dari China yang menunjukkan perlambatan pertumbuhan produksi industri.

Berdasarkan data yang dirilis Biro Statistik Nasional, Kamis (14/3/2019), output industri naik 5,3% pada Januari-Februari, lebih rendah dari yang diperkirakan dan merupakan pertumbuhan paling lambat sejak awal 2002.

Pertumbuhan produksi industri China melambat ke level terendah dalam 17 tahun terakhir pada dua bulan pertama tahun 2019. Hal ini menunjukkan pelemahan lebih lanjut dalam negara berekonomi terbesar kedua di dunia itu.

“Pelemahan bursa saham di kawasan tersebut sedikit membebani mata uang Asia hari ini,” ujar Divya Devesh, head of Asean and South-Asia FX research di Standard Chartered, Singapura.

Sementara itu, indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama terpantau menguat 0,190 poin atau 0,20% ke level 96,740 pada pukul 17.30 WIB.

Pergerakan indeks dolar sebelumnya dibuka di zona merah dengan turun 0,071 poin atau 0,07% di level 96,479, setelah berakhir melemah 0,40% atau 0,385 poin di posisi 96,550 pada perdagangan Rabu (13/3).

Dolar AS memperoleh dorongan kenaikan dari nilai tukar pound sterling yang melemah setelah voting lanjutan di Parlemen Inggris pada Rabu (13/3/2019) mengenai Brexit gagal memberikan kepastian tentang arah hubungan Inggris dengan Uni Eropa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper