Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menilik Besarnya Potensi BUMN untuk Go Public

Estimasi total laba 20 emiten BUMN senilai Rp150 triliun atau setara 80% dari jumlah yang dihasilkan seluruh perseroan pelat merah pada 2018 seolah memberi pesan khusus tuah dari aksi penawaran umum perdana saham. Estimasi pencapaian laba bersih itu menggambarkan bagaimana keuntungan dari 20 emiten BUMN mampu mencapai dua pertiga dari total yang dihasilkan 114 perseroan pelat merah. 
Managing Director Lembaga Management FEB Universitas Indonesia Toto Pranoto dalam Seminar Prospek BUMN di Tahun Politik 2019, di Jakarta, Rabu (13/3/2019)./Bisnis/M. Nurhadi Pratomo
Managing Director Lembaga Management FEB Universitas Indonesia Toto Pranoto dalam Seminar Prospek BUMN di Tahun Politik 2019, di Jakarta, Rabu (13/3/2019)./Bisnis/M. Nurhadi Pratomo

Bisnis.com, JAKARTA — Estimasi total laba 20 emiten BUMN senilai Rp150 triliun atau setara 80% dari jumlah yang dihasilkan seluruh perseroan pelat merah pada 2018 seolah memberi pesan khusus tuah dari aksi penawaran umum perdana saham.

Lembaga Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univesitas Indonesia (LM FEB UI) mengestimasikan total laba yang dibukukan oleh 20 BUMN yang melantai di Bursa Efek Indonesia akan menembus Rp150 triliun pada 2018. Realisasi itu mencapai 80% dari prognosis total laba Rp188 triliun seluruh perseroan pelat merah dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Dari sisi pendapatan, LM FEB UI memproyeksikan 20 emiten BUMN mampu berkontribusi Rp796 triliun. Nilai tersebut mencapai 34% dari total pendapatan BUMN 2018 senilai Rp2.339 triliun menurut prognosis Kementerian BUMN.

Angka-angka itu menurut Managing Director LM FEB UI Toto Pranoto memiliki pesan tersendiri. Pihaknya menyoroti bagaimana 20 emiten berstatus Tbk. tersebut mampu menghasilkan keuntungan hingga Rp150 triliun.

Estimasi pencapaian laba bersih itu, sambungnya, menggambarkan bagaimana keuntungan dari 20 emiten BUMN mampu mencapai dua pertiga dari total yang dihasilkan 114 perseroan pelat merah. 

Toto menjelaskan bahwa pesan dari angka-angka tersebut bagaimana BUMN yang berstatus sebagai emiten atau mencatatkan sahamnya harus berjibaku mempertahankan kinerja keuangannya. Salah satunya, agar saham perseroan di pasar modal tetap berada dalam kondisi baik.

Harga saham, lanjut dia, merupakan ekspektasi investor terhadap prospek dari bisnis BUMN. Oleh karena itu, perseroan akan bekerja keras untuk membuat prospek kinerja menjadi lebih baik.

Toto menegaskan BUMN yang sudah berstatus Tbk. biasanya memiliki return atau kemampuan mencetak profitabilitas jauh lebih baik dibandingkan dengan yang belum go public. “Harus segera mendorong BUMN lebih banyak go public," jelasnya  di Jakarta, Rabu (13/3).

Kendati demikian, dia menggarisbawahi menjadi perusahaan yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) bukanlah perkara mudah. Deretan konsekuensi menanti usai mengeksekusi aksi korporasi tersebut.

Ambil contoh persyaratan administratif terkait kinerja keuangan calon emiten. Setidaknya, BUMN harus mencatatkan keuntungan dalam tiga tahun terakhir sebelum melakukan penawaran umum perdana saham atau IPO.

Setelah menjadi perseroan dengan status Tbk., BUMN harus memenuhi persyaratan keterbukaan. Artinya, diperlukan transparansi laporan secara rutin baik kepada regulator maupun publik. “Jadi mungkin belum semua BUMN siap ke arah perubahan yang terjadi,” imbuhnya.

Padahal, Toto menyebut sejumlah emiten BUMN anak yang beberapa waktu terakhir melantai di BEI mampu membukukan hasil positif. Sebagai contoh kinerja beberapa emiten anak BUMN karya dan maskapai pelat merah.

Dia menilai masih terdapat beberapa BUMN dan entitas anak yang memiliki potensi mengeksekusi IPO. Tidak terkecuali dua perseroan pelat merah besar seperti PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).

Untuk 2019, Toto mengatakan masih banyak entitas anak BUMN yang telah berencana dan menargetkan IPO sejak tahun lalu. Sebut saja sejumlah anak BUMN konstruksi.

Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis.com, beberapa emiten BUMN konstruksi memang berencana membawa entitas anaknya melantai di BEI. Opsi itu ditempuh dengan beberapa pertimbangan tujuan yang dibidik.

PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. misalnya, berencana membawa dua enitas anak usaha, PT Wijaya Karya Realty dan PT Wijaya Karya Industri & Konstruksi, pada 2019. Target dana yang dibidik dari dua aksi korporasi tersebut sekitar Rp4 triliun.

Selanjutnya, PT Adhi Karya (Persero) Tbk. berencana melakukan penawaran umum perdana saham dua anak usaha pada 2019 dengan target dana hingga Rp3 triliun. Kontraktor pelat merah itu ingin membawa PT Adhi Persada Gedung (APG) dan PT Adhi Commuter Properti (ACP) untuk melantai di pasar modal. Selain itu, PT PP (Persero) Tbk. juga mempersiapkan PT PP Energi atau PT PP Infrastruktur untuk IPO pada kuartal III/2019—kuartal IV/2019.

Seperti diketahui, sejumlah calon emiten anak BUMN menunda pelaksanaan IPO pada 2018. Dari sekitar 10 perseroan yang menyatakan minatnya, hanya 3 yang mengeksekusi aksi korporasi tersebut dan 1 hanya melakukan pencatatan saham di BEI.

Adapun, emiten baru tahun lalu dari entitas anak BUMN yakni PT BRI Syariah Tbk., PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk., PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk., dan PT Phapros Tbk.

Menilik Besarnya Potensi BUMN untuk Go Public

Menteri Rini Soemarno di Lampung, Kamis (31/1/2019) / Istimewa

PROSPEK

Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha indonesia (Persero) Marciano H Herman menjelaskan bahwa saat ini BUMN tengah menjalankan strategi holding. Langkah tersebut juga memiliki kaitan erat dengan pasar modal.

Holding ini bukan hanya memaksimalkan dari sisi sinergi tetapi juga kalau terkait pasar modal, investor lebih suka perseroan dengan size besar dan bernilai tinggi, terutama berbicara global investor,” jelasnya.

Saat ini, Marciano menyebut BUMN tengah melakukan konsolidasi. Dengan demikian, perseroan akan menjadi ikon di pasar modal begitu melakukan IPO. “Tidak hanya keluar [IPO] tetapi tidak ada appetite,” tuturnya.

Dia menuturkan tren di seluruh dunia perseroan dengan kinerja baik dan skala besar telah masuk ke pasar. Oleh karena itu, saringan menjadi lebih ketat bagi calon emiten baru.

Kondisi hampir serupa terjadi di BUMN dalam negeri dengan sejumlah BUMN besar yang telah IPO lebih dulu. Dengan demikian, perlu dipertimbangkan apakah nantinya aksi korporasi itu akan dieksekusi untuk bentukan baru dari holding atau perseroan hasil leburan anak usaha.

Akan tetapi, Marciano menyebut eksekusi IPO akan tergantung dari tujuan. Apabila dana yang diincar tidak terlau besar, menyasar pasar domestik, dan sejalan dengan tujuan meningkatkan tata kelola, maka aksi korporasi itu dapat ditempuh oleh entitas anak dengan skala yang lebih kecil.

Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini M. Soemarno mengungkapkan terdapat beberapa entitas anak usaha pelat merah yang telah meminta izin untuk melakukan IPO. Akan tetapi, pihaknya masih melihat dan mempertimbangkan kondisi pasar.

Rini memproyeksikan sebanyak-banyaknya hanya tiga anak usaha BUMN yang melantai di BEI tahun ini. Pasar modal Indonesia terakhir kedatangan calon emiten baru dari induk BUMN pada 2013. Saat itu, PT Semen Baturaja (Persero) Tbk. melepas 2,34 miliar saham seri B atau 23,76% dari modal ditempatkan dan disetor penuh.

Setelah dalam beberapa tahun terakhir para pelaku pasar kedatangan penghuni baru emiten anak BUMN, akankah perseroan pelat merah induk yang digadang memiliki skala dan valuasi lebih besar segera menyusul? 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper