Bisnis.com, JAKARTA—Masih tingginya minat investor dalam lelang surat utang negara yang digelar pemerintah kemarin menunjukkan kondisi likuiditas pasar surat utang dalam negeri masih relatif kuat, kendati beberapa hari terakhir investor cenderung menunggu sehingga melemahkan pasar.
Pelemahan pasar surat utang negara (SUN) terjadi setidaknya sepanjang awal Maret, terlihat dari peningkatan yield. Yield SUN tenor 10 tahun terpantau mulai meningkat sejak Rabu (27/2) pada level 7,78% dan bergerak naik menuju 7,94% pada akhir pekan lalu.
Berdasarkan data Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), return pasar obligasi pekan lalu yang tercermin dari posisi indeks obligasi komposit Indonesia atau ICBI, tercatat turun 0,21% week on week (wow) ke level 246,7699.
Pelemahan ICBI terutama didorong oleh pelemahan kinerja SUN dibandingkan obligasi korporasi. INDOBeX Government -Total Return yang turun sebesar –0,26% wow ke level 241,8694. Sementara itu kinerja INDOBeX Corporate - Total Return sanggup menguat +0,13% wow ke level 270,8527.
Tim riset IBPA menilai pelemahan pasar obligasi pekan lalu lebih banyak digerakkan oleh faktor global. Faktor utama penekan kinerja pasar obligasi yakni meningkatnya kekhawatiran pelaku pasar terhadap ancaman perlambatan ekonomi global.
Kekhawatiran ini terjadi akibat pemangkasan target pertumbuhan ekonomi China ke level 6,0%-6,5% dan kawasan Eropa dari 1,7% ke 1,1% untuk tahun 2019. Tidak hanya itu, meningkatnya concern investor terhadap dinamika proses Brexit turut menambah tekanan di pasar.
Sentimen ini menyebabkan investor cenderung mengalihkan dananya ke dalam instrumen yang lebih bersifat safe haven, dalam hal ini dolar AS. Alhasil, indeks dolar AS menguat 0,65% wow pekan lalu dan menekan rupiah melemah 1,37% wow ke level Rp14.314 per dolar AS. Pelemahan rupiah berkorelasi positif terhadap pelemahan pasar obligasi.
IBPA memproyeksikan kondisi pelemahan yang terjadi pekan lalu akan berlanjut pula pekan ini, sebab sentimen global yang menjadi penekan pasar masih berlanjut efeknya.
Ramdhan Ario Maruto, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia, mengatakan bahwa pasar memang cenderung melemah ketika aktivitas transaksi berkurang. Berdasarkan data IBPA, frekuensi transaksi pekan lalu turun dari rata-rata 642 kali/hari menjadi 600 kali/hari. Namun, volume masih meningkat dari Rp11,61 triliun/hari menjadi Ro13,00 triliun/hari.
Namun, kendati melemah, hasil lelang SUN yang digelar pemerintah kemarin kembali memberi optimisme bahwa pasar SUN domestik masih sangat diminati.
Lelang kemarin mendulang penawaran investor senilai Rp58,31 triliun. Kendati turun dibandingkan penawaran lelang SUN dua pekan sebelumnya yang mencapai Rp93,93 triliun, tetapi capaian ini tergolong tinggi bila menimbang kondisi pasar yang tengah tertekan.
“Hasil lelang menunjukkan minat pasar masih sangat tinggi, likuiditas juga masih cukup bagus. Tekanan yang terjadi lebih banyak karena sikap wait and see saja karena rupiah kita agak melemah,” katanya, Selasa (12/3/2019).
Hasil lelang menunjukkan minat sebagian besar investor masih terfokus pada seri tenor 5 tahun dan 10 tahun. FR0077 (5 tahun) mendulang minat Rp16,06 triliun, sedangkan FR0078 (10 tahun) Rp19,43 triliun. Sementara itu, 5 seri lainnya mendulang penawaran masing-masing kurang dari Rp10 triliun.
Tingginya penawaran yang masuk memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk menyerap penawaran dengan yield terendah. Pemerintah memenangkan sebesar Rp18,05 triliun dalam lelang ini. Penyerapan terbesar diberikan pada FR0078 dan FR0068 (15 tahun), masing-masing Rp5,8 triliun dan Rp3,05 triliun.
Ramdhan mengatakan, pemerintah menyerap SUN sesuai kebutuhan dan tidak berlebihan, sehingga menjaga yield di pasar tetap stabil. Pasokan juga menjadi tidak berlebihan sehingga mendorong penguatan di pasar sekunder kemarin.
“Ini menunjukkan kondisi pasar secara umum masih cukup baik,” katanya.
Maximilianus Nico Demus, Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas, mengatakan bahwa pasar mulai berbalik membaik di awal pekan ini setelah penurunan yang cukup panjang. Pasar tampak ditopang oleh tangan-tangan tidak terlihat yang berupaya menjaga pelemahan tidak menembus level support.
Kendati begitu, Nico menilai, dari sisi analisis teknikal, pasar obligasi masih berpotensi melanjutkan penurunan.
“Oleh karena itu, dibutuhkan kehati-hatian saat ini, karena sewaktu-waktu pasar obligasi dapat mengalami penurunan,” katanya.