Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perusahaan Rintisan Ciptakan Alat Pencari Sumber Kobalt Baru Menggunakan Algoritma

Koalisi miliarder yang dipimpin oleh Bill Gates memberikan dana segar untuk perusahaan rintisan yang akan membuat program seperti 'Google Maps untuk kerak bumi' dengan tujuan memburu sumber kobalt baru.
Ilustrasi logam mineral/Reuters-Yuriko Nakao
Ilustrasi logam mineral/Reuters-Yuriko Nakao
Bisnis.com, JAKARTA — Koalisi miliarder yang dipimpin oleh Bill Gates memberikan dana segar untuk perusahaan rintisan yang akan membuat program seperti 'Google Maps untuk kerak bumi' dengan tujuan memburu sumber kobalt baru.

Perusahaan teknologi rintisan, Kobold Metals, akan menggunakan data crunching algoritma untuk menjelajahi dunia mencari sumber kobalt, salah satu komoditas super pada tahun ini akibat kegunaannya sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik.

Perusahaan tersebut tengah membangun basis data geologis yang kemudian akan dimasukkan ke dalam algoritma untum mencari sinyal yang menunjukkan kemungkinan peningkatan konsentrasi kobalt.

Kurt House, CEO Kobold Metals, mengatakan bahwa pendekatan itu bisa berhasil karena perusahaan pertambangan tradisional tidak fokus mencari kobalt. Logam tersebut adalah produk sampingan dari tambang tembaga atau nikel.

Selain itu, lebih dari dua pertiga pasokan global hanya berasal dari Republik Demokratik Kongo.

"Orang-orang tidak mencari logam tersebut secara fokus, sejarah eksplorasi logam sangat terbatas dan hanya membonceng dari deposito nikel dan tembaga," ujar Kurt seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (4/3/2019).

Adapun, harga kobalt pada 2018 telah meningkat lebih dari empat kali lipat sejak 2016 seiring dengan meningkatnya permintaan kendaraan listrik dan memacu gelombang pasokan baru dari penambang seperti Glencore Plc dan Eurasian Resources Group Sarl, serta penggali skala kecil di Kongo.

Akibatnya, harga telah turun 64% dalam 10 bulan terakhir. Bahkan, berdasarkan data Bloomberg, harga kobalt di bursa London Metal Exchange telah jatuh terperosok, menurun 40% sepanjang tahun berjalan ke posisi terendah dalam dua tahun sekitar US$32.000 per ton. 

Padahal, dalam paruh pertama 2018, harga kobalt mampu mendekati level US$100.000 per ton.

Sementara itu, pada penutupan perdagangan Jumat (1/3/2019), harga kobalt ditutup pada level US$33.000 per ton.

Dalam jangka panjang, Darton Commodities mengatakan bahwa kini terdapat lebih dari 50 proyek eksplorasi kobalt yang sebagian besar berada di Australia dan Kanada. Semua pihak ingin mengambil keuntungan seiring dengan permintaan baterai kendaraan listrik meningkat.

Namun, perusahaan mobil listrik dan produsen baterai kendaraan listrik sedang mengupayakan untuk mengurangi jumlah kobalt sebagai bahan dasar baterai. Bahkan, pelaku usaha kendaraan listrik berencana untuk menghilangkan penggunaan kobalt.

Menanggapi hal tersebut, Kurt mengatakan tidak terpengaruh oleh upaya tersebut dengan alasan jika alat tersebut berhasil, perusahaannya bisa berkontribusi untuk memastikan pasokan kobalt yang murah dan berbiaya rendah sehingga dapat membantu membujuk pembuat baterai untuk tidak mengganti logam sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper