Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Tetap Minta China Stabilkan Nilai Tukar Yuan

Perundingan dagang antara dua negara ekonomi terbesar di dunia, Amerika Serikat dan China, masih belum menyepakati terkait isu sensitif terkait dengan nilai tukar, yang akan memastikan China memenuhi janjinya untuk tidak mendepresiasi yuan.
Yuan/Bloomberg
Yuan/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Perundingan dagang antara dua negara ekonomi terbesar di dunia, Amerika Serikat dan China, masih belum menyepakati terkait isu sensitif terkait dengan nilai tukar, yang akan memastikan China memenuhi janjinya untuk tidak mendepresiasi yuan.

Menteri Keuangan Amerika Serikat Steven Mnuchin mengatakan bahwa diskusi perdagangan tersebut diperpanjang hingga akhir pekan untuk mencari kesepakatan perdagangan yang luas untuk mencegah AS meningkatkan tarif barang-barang China.

 “Kebijakan ini akan menjadi pakta mata uang terkuat yang pernah ada,” ujar Steven seperti dikutip dari Bloomberg, Minggu (24/2/2019).

 Sebagai informasi, Presiden AS Donald Trump sebelumnya menuduh China mempermainkan mata uangnya untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dalam perdagangan, meski Departemen Keuangan AS telah berulang kali menolak menyebut China sebagai manipulator dalam laporan setengah tahunannya mengenai pasar valuta asing.

Namun demikian, AS tetap meminta China untuk menstabilkan nilai mata uangnya, yuan, sebagai bagian dari negosiasi perdagangan antara dua negara ekonomi terbesar dunia. 

Jika berhasil, hal tersebut akan menetralkan segala upaya China untuk mendevaluasi mata uangnya dan membuat ekspornya lebih murah untuk membantu melawan tarif Amerika.

Sebagai bagian dari perundingan, China telah menawarkan untuk membeli lebih banyak barang Amerika seperti produk pertanian dan energi, dalam upaya untuk memenuhi permintaan Trump untuk mengecilkan defisit perdagangan AS.

China mengusulkan akan membeli komoditas tambahan senilai  US$30 miliar per tahun dari produk pertanian AS termasuk kedelai, jagung, dan gandum

Kedua belah pihak juga masih tawar-menawar tentang reformasi yang jauh lebih dalam terhadap ekonomi China, termasuk mengatasi dugaan pencurian kekayaan intelektual dari perusahaan AS yang beroperasi di China.

Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Jumat (22/2/2019), yuan renmimbi ditutup  melemah 0,13% atau turun menjadi 0,0087 poin menjadi 6,1738 yuan per dolar AS. Sementara, yuan offshore ditutup melemah 0,21% atau turun menjadi 0,0138 poin menjadi 6,7096 yuan per dolar AS.

Di sisi lain, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan mata uang mayor melemah 0,10% menjadi 96,507.

Analis Seputar Forex Buge Stario mengatakan bahwa penguatan indeks dolar AS justru terlihat ragu-ragu dalam dua pekan terakhir dan masih berada pada rentan bearish akibat Euro yang dipredikis akan menguat.

“Mengingat bahwa mata uang Euro adalah persentase yang terbesar dalam pengukuran Indeks Dolar. Jika bullish Euro cenderung tersendat, maka penguatan Indeks Dolar pun terlihat agak meragukan dalam dua pekan terakhir,” ujar Buge seperti dikutip dari keterangan resminya, Minggu (24/2/2019).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper