Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Lesu lagi, Ini Kata Analis Soal Tekanan Dolar AS

Pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berlanjut pada perdagangan hari kedua berturut-turut, Selasa (12/2/2019).
Karyawan bank memperlihatkan uang pecahan Dolar AS dan Rupiah di Jakarta, Senin (7/1/2019)./ANTARA-Rivan Awal Lingga
Karyawan bank memperlihatkan uang pecahan Dolar AS dan Rupiah di Jakarta, Senin (7/1/2019)./ANTARA-Rivan Awal Lingga

Bisnis.com, JAKARTA – Pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berlanjut pada perdagangan hari kedua berturut-turut, Selasa (12/2/2019).

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup melemah 34 poin atau 0,24% di level Rp14.068 per dolar AS, dari level penutupan perdagangan sebelumnya.

Pada perdagangan Senin (11/2), rupiah mengakhiri pergerakannya dengan pelemahan 79 poin atau 0,57% di level Rp14.034 per dolar AS.

Nilai tukar rupiah mulai melanjutkan pelemahannya terhadap dolar AS ketika dibuka terdepresiasi 46 poin atau 0,33% di level Rp14.080 per dolar AS pagi tadi. Sepanjang perdagangan hari ini, rupiah bergerak di level Rp14.040 – Rp14.098 per dolar AS.

Sementara itu, indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan greenback terhadap sejumlah mata uang utama terpantau berbalik turun 0,042 poin atau 0,04% ke level 97,015 pada pukul 17.50 WIB.

Pergerakan indeks sebelumnya dibuka naik tipis 0,009 poin atau 0,01% di level 97,066, setelah pada perdagangan Senin (11/2) berakhir menguat 0,43% atau 0,420 poin di posisi 97,057.

Pelemahan rupiah hari ini adalah yang terdalam di Asia, sedangkan beberapa mata uang melemah tipis terhadap dolar AS, seperti ringgit Malaysia dan yen Jepang yang masing-masing terdepresiasi 0,1% pukul 18.00 WIB.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah menuturkan pelemahan rupiah disebabkan oleh penguatan dolar AS. Mata uang negeri Paman Sam ini menguat dalam skala global, baik terhadap mata uang utama maupun mata uang negara berkembang.

“Penguatan dolar dipicu meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap keberlangsungan negosiasi sengketa dagang antara AS dengan China serta kegiatan ekonomi di Eropa dan global yang terus merosot," papar Nanang.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Waluyo mengatakan BI tidak akan berkompromi pada stabilitas ekonomi dengan rupiah yang masih terlihat di bawah tekanan dari risiko perang perdagangan AS-China.

Di sisi lain, beberapa mata uang lainnya Asia justru mampu terapresiasi terhadap dolar AS petang ini. Rupee India membukukan penguatan terbesar yakni 0,55%, diikuti baht Thailand yang terapresiasi 0,3%.

Mata uang diperdagangkan beragam saat investor menantikan hasil putaran perundingan perdagangan terbaru antara AS-China. Pemerintah AS mengungkapkan Presiden Donald Trump masih memiliki keinginan untuk bertemu Presiden China Xi Jinping demi upaya mengakhiri konflik perdagangan antara kedua negara.

Pernyataan ini menjadi tanda optimisme baru ketika para negosiator dari dua negara berkekuatan ekonomi terbesar di dunia tersebut melanjutkan perundingan perdagangan mereka di Beijing pekan ini.

Chief Executive Officer FPG Securities Co., Koji Fukaya mengatakan meskipun penguatan dolar AS menempatkan tekanan pada mata uang Asia, sentimen fundamental tidak selalu negatif karena Federal Reserve bersikap dovish.

“Pelemahan mata uang diperkirakan akan terbatas karena investor global mengalirkan uang masuk ke pasar negara berkembang dan tren ini diperkirakan tetap bertahan,” katanya, seperti dikutip Bloomberg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper