Bisnis.com, JAKARTA – PT Bukit Asam Tbk. dan PT Pertamina (Persero) menandatangani perjanjian pembentukan perusahaan patungan (joint venture/JV) untuk rencana penghiliran batu bara di mulut tambang Bukit Asam di Peranap, Riau.
Penandatanganan ini dilakukan Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, dan Chairman, President & CEO Air Products and Chemical Inc., Seifi Ghasemi. Menteri BUMN Rini Soemarno turut hadir dalam seremoni yang berlangsung pada Rabu (16/1/2019).
Dengan kerja sama ini, Bukit Asam, Pertamina, dan Air Products akan mendirikan perusahaan JV yang bergerak di bidang bisnis pengolahan batu bara dan produk turunan batu bara. Sebelum JV tersebut berdiri, ketiga perusahaan tersebut akan terlebih dahulu melakukan studi kelayakan bisnis dan komersial.
Konsorsium akan melakukan hilirisasi dengan skema gasifikasi, yaitu batu bara akan diubah menjadi syngas dan kemudian diproses mejadi produk akhir. Rencananya, pabrik hilirisasi tersebut akan dibangun di Peranap, Riau.
PTBA akan menyuplai batu bara dari area tambang Peranap ke perusahaan JV untuk diolah, yang kemudian hasilnya akan dibeli oleh Pertamina. Air Products and Chemicals Inc. akan mengoptimasi desain dan teknologi pengolahan.
Menteri BUMN Rini Soemarno menyampaikan Indonesia harus mengembangkan hilirisasi batu bara tidak hanya untuk mengurangi impor, tetapi juga meningkatkan ekspor.
“Hilirisasi juga penting untuk mengurangi polusi dari batu bara dengan memproduksi clean energy berupa Syngas yan akan menjadi hulu dari berbagai produk seperti DME, bahkan sampai solar dan avtur, katanya, Rabu.
Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin menyebut hilirisais batu bara ini kana menghasilkan DME untuk pengganti bahan baku LPG yang sebagian besar masih diimpor. Dampaknya, hilirisasi ini akan menghemat devisa negara.
“Hilirisasi yang dilakukan PTBA ini diperkuat dengan sumber daya batu bara sebesar 8,3 miliar ton dan total cadangan batu bara sebesar 3,3 miliar ton.
Dirut Pertamina Nicke Widyawati mengatakan kerja sama strategis ini akan membawa benefit bagi semua pihak. “Sekitar 73% LPG masih diimpor. Pada 2017 Indonesia mengonsumsi tidak kurang dari 7,11 juta ton LPG,” ungkapnya.
Rencananya, pabrik JV ini akan memiliki kapasitas produksi 1,4 juta ton DME per tahun dengan kebutuhan 9,2 juta ton per tahun.