Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mampukah IHSG Catat Return Positif pada Akhir Tahun?

Sejumlah analis menilai pasar masih akan mengantisipasi sejumlah sentimen negatif global dan melakukan aksi profit taking pada sisa tahun ini sehingga sulit bagi indeks harga saham gabungan untuk ditutup pada zona positif.
Pengunjung beraktivitas di samping papan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), di Jakarta, Senin (17/12/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan
Pengunjung beraktivitas di samping papan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), di Jakarta, Senin (17/12/2018)./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA— Sejumlah analis menilai pasar masih akan mengantisipasi sejumlah sentimen negatif global dan melakukan aksi profit taking pada sisa tahun ini sehingga sulit bagi indeks harga saham gabungan untuk ditutup pada zona positif.

Pada perdagangan Senin (17/12), IHSG turun lagi mencapai 1,31% ke level 6.089,31. Penyebab koreksi tajam ini ditengarai karena pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan bahwa neraca perdagangan November 2018 mengalami defisit yang lebar mencapai US$2,05 miliar.

Angka defisit ini merupakan yang terdalam tahun ini, bahkan sejak Juli 2013 atau sejak 5 tahun lalu. Secara kumulatif, angka defisit sepanjang tahun ini sudah mencapai US$7,52 miliar, berbanding terbalik dibandingkan dengan periode Januari – November 2017 yang tercatat surplus US$12,02 miliar.

Koreksi yang terjadi pada IHSG ini menyebabkan tingkat koreksi IHSG sepanjang tahun berjalan kini mencapai 4,19% secara year-to date (ytd). Untuk bisa mencapai level penutupan 6.355,65 seperti pada akhir 2017, IHSG butuh peningkatan 4,37% lagi dari posisinya yang terkini.

Alfred Nainggolan, Kepala Riset Koneksi Capital, mengatakan bahwa untuk berharap IHSG bisa bergerak ke zona positif dalam 2 pekan ke depan tampaknya cukup berat. Sentimen negatif defisit perdagangan yang lebih parah dari ekspektasi pasar menyebabkan IHSG sulit untuk segera bangkit.

Harapan terbesar bagi IHSG kini hanyalah kemungkinan bahwa FOMC Meeting pekan ini menelurkan kebijakan penahanan suku bunga. Bila hal tersebut terjadi, IHSG masih ada peluang untuk kembali naik mendekati level 6.300.

Alfred menilai, pasar global saat ini tidak seoptimis sebelumnya bahwa The Fed akan kembali menaikkan suku bunganya pada rapat dewan gubernur bulan ini. Lagi pula, The Fed masih memiliki waktu hingga 2020 untuk melakukan kebijakan pengetatan suku bunganya. Selain itu, kenaikan 3 kali tahun ini sudah cukup agresif.

“Target kita memang masih pada rentang 6.200 – 6.300, tetapi untuk berada di atas 6.300 atau bisa positif kinerja IHSG tahun ini sepertinya berat. Paling masuk akal dalam rentang  6.200 – 6.300,” katanya, Senin (17/12).

Alfred mengatakan, sentimen window dressing memang menjadi katalis positif bagi IHSG bulan ini. Namun, investor umumnya tidak berharap aksi window dressing serta merta akan menghantar portofolio mereka berkinerja positif hingga akhir tahun. Namun, semata-mata agar kondisi portofolio mereka lebih sesuai dengan kondisi pasar.

“Kalau pasar memang sedang berat, akan mudah bagi mereka untuk menjelaskan pada publik bahwa kinerja mereka memang sejalan dengan pasar,” katanya.

Thendra Crisnanda, Kepala Riset Institusi MNC Sekuritas, memproyeksikan bahwa hingga akhir tahun ini, IHSG bergerak pada level 6.215. Hal tersebut mengindikasikanreturn negatif sebesar -2,2% dibandingkan dengan penutupan IHSG akhir 2017.

“Kami menilai bahwa konsensus market saat ini telah mengantisipasi kemungkinan realisasi tahun 2018 cenderung lebih negatif di tengah tingginya tantangan baik dari internal maupun eksternal,” katanya.

Hingga akhir tahun ini, pasar cenderung menghadapi minimnya katalis positif dan disertai tipisnya volume transaksi. Sementara itu, isu kenaikan suku bunga The Fed di akhir tahun dinilai sudah terfaktorkan atau priced in dengan arah kebijakan yang lebih dovish pada 2019.

MNC Sekuritas mengestimasikan Bank Indonesia tidak akan mengubah arah kebijakan suku bunga BI 7DRR dalam RDG pekan ini atau tetap pada level 6% hingga akhir 2018.

Valdy Kurniawan, analis Phintraco Sekuritas, juga sepakat bahwa hingga akhir tahun akan sulit bagi IHSG untuk ditutup di zona hijau. Valdy masih mempertahankan proyeksi IHSG hingga akhir tahun pada level 6.200 – 6.250 atau terkoreksi sekitar 2,5% yoy.

“Untuk positif rasanya agak sulit, sebab meskipun ada aksi window dressing, terutama pada saham-saham bluechip, tetapi masih ada potensi profit taking,” katanya.

Aksi profit taking sudah terjadi pada awal pekan ini merespons defisit neraca perdagangan. Selanjutnya pasar akan merespons hasil FOMC Meeting pada Kamis (20/12) yang diikuti oleh Bank Indonesia pada hari yang sama.

Valdy memproyeksikan The Fed akan kembali menaikkan suku bunganya sebesar 25 bps dan kemungkinan hal tersebut akan diikuti pula oleh Bank Indonesia. 

“Hal ini dapat memicu profit taking, tetapi sifatnya temporer sebelum investor kembali melakukan bargain hunting di pekan terakhir,” katanya.

 
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper