Bisnis.com, JAKARTA – Emiten produsen pipa baja PT Steel Pipe Industry of Indonesia (Spindo) Tbk. membidik kenaikan penjualan bersih pada tahun depan dapat mencapai 20%, bertumpu pada proyek-proyek pembangunan infrastruktur dan properti yang menggeliat.
Investor Relations Spindo Johanes Wahyudi Edward menyampaikan bahwa di tengah agenda politik besar yang berlangsung pada tahun depan, pembangunan infrastruktur akan terus berjalan sehingga perseroan optimistis permintaan akan tetap tumbuh.
“Tahun depan kami menargetkan untuk tumbuh 20% di top line. Kami akan fokus dengan upaya meningkatkan margin. Untuk target laba bersihnya, kami akan lihat dulu seperti apa di akhir tahun ini untuk menentukan patokan tahun depan,” ungkap Johanes di Jakarta, Selasa (18/12/2018).
Johanes menyampaikan, untuk mengejar kenaikan margin, emiten dengan sandi ISSP tersebut menempuh pembenahan internal yaitu melalui efisiensi biaya dan memaksimalkan distribusi dan pemasaran.
Dengan upaya-upaya tersebut, Johanes mengatakan dampaknya ke perseroan akan bersifat jangka panjang. Sejauh ini, progress dari upaya efisiensi dan pemasaran diklaim positif bagi kinerja perseroan.
“Kami harap efek usaha ini mulai terasa. Margin kami pada tahun depan mudah-mudahan bisa seperti 2015—2016. Banyak proyek yang mendorong kinerja di tahun depan seperti infrastruktur, jaringan gas dan air, dan pembangunan properti,” ujar Johanes.
Adapun target penjualan 20% pada tahun depan tersebut merupakan sasaran konservatif, mengingat hingga September 2018 perseroan membukukan penjualan sebesar Rp3,4 triliun atau meningkat 25% dari periode sama tahun sebelumnya (yoy). Hingga akhir tahun, ISSP menargetkan pendapatan di level Rp4 triliun.
Pada periode tersebut, perseroan membukukan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp15,55 miliar, tergerus 25,28% secara yoy dari posisi Rp20,81 triliun.
Perseroan membukukan penjualan sebanyak 267.000 ton hingga kuartal III/2018, meningkat 10% dari penjualan periode sama tahun lalu. Sebagai catatan, nilai penjualan sebesar Rp3,4 triliun per September 2018 telah lebih tinggi dari capaian perseroan sepanjang 2017 yaitu Rp3,26 triliun.
Pada tahun depan, Johanes mengatakan perseroan tidak memiliki investasi signifikan setelah penambahan kapasitas pabrik pada 2016 lalu. Perseroan hanya menganggarkan belanja modal sebesar US$5 juta—US$10 juta.
Belanja modal tersebut akan bersumber dari kas internal perseroan, dan hanya digunakan untuk membiayai operasional, maintenance, dan proses pemindahan pabrik perseroan dari Surabaya ke Gresik yang sudah direncanakan sejak tahun ini.
Selain itu, pada tahun depan perseroan juga akan melancarkan strategi yang sama yaitu melakukan lokalisasi bahan baku. Johanes menyebut perseroan membidik pembelian bahan baku dari pasar lokal yang lebih tinggi.
“Kami lebih senang membeli dari produsen dalam negeri agar bisa menjaga stok dengan lebih bagus, dan bisa beli dalam harga rupiah. Namun ketersediaan bahan bakunya memang tidak banyak sehingga tetap butuh impor. Sekarang ini porsi pembelian dari dalam negeri 30%—40%,” ungkapnya.