Bisnis.com, JAKARTA - Penerbitan sukuk korporasi pada tahun depan diprediksi tidak akan lebih baik dibandingkan tahun ini. Sejumlah faktor eksternal masih menjadi ancaman emiten untuk menerbitkan surat utang syariah.
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto mengatakan menjelaskan faktor utama sepinya sukuk adalah karena tingkat likuiditas instrumen ini masih rendah karena minimnya investor asing yang masuk.
Selain itu, konsekuensi tingginya cost of fund karena naiknya suku bunga acuan pada tahun depan masih tetap ada kendati nilai kenaikan diyakini tidak setinggi tahun ini.
"Penerbitan sukuk korporasi pada tahun depan tidak ada perubahan signifikan, baik dari sisi return maupun jumlah penerbitan. Kemungkinan baru pada 2020 penerbitan sukuk kembali ramai," kata Handy Yunianto dalam Outlook Pasar Modal Syariah 2019 yang digelar di Jakarta, Rabu (5/12/2018).
Handy memprediksi pada tahun depan Bank Indonesia (BI) akan kembali menaikkan suku bunga acuan, setidaknya sebesar 50 bps. Kebijakan ini diyakini juga akan berdampak pada minat emiten dalam menerbitkan surat utang.
Menurut Handy, pelaku pasar bersama pemerintah harus meningkatkan likuiditas sukuk sehingga emiten lebih terdorong untuk menerbitkan. Misalnya dengan melibatkan dana pensiun dan perusahaan asuransi.
Baca Juga
Pada tahun ini porsi investasi dana pensiun dan asuransi di obligasi meningkat cukup tajam, yakni mencapai Rp64 triliun pada tahun ini. Angka tersebut naik sekitar tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu.
"Selain dana pensiun dan asuransi yang bisa melakukan support terhadap pasar obligasi dan sukuk adalah Bank Indonesia itu sendiri," ujar Handy Yunianto.
Dari data Pefindo, nilai penerbitan sukuk korporasi per kuartal ketiga tahun mencapai Rp4,63 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp2,09 triliun diantaranya diterbitkan oleh perusahaan yang berasal dari sektor pembiayaan, sektor perbankan senilai Rp500 miliar, dan sektor energi mencapai Rp2,04 triliun.