Bisnis.com, JAKARTA—Emiten perkebunan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. (SSMS) menargetkan volume produksi dan penjualan minyak kelapa sawit atau CPO sampai dengan akhir 2018 menembus 400.000 ton.
Per September 2018, SSMS memproduksi CPO sejumlah 335.162 ton. Volume itu hampir mencapai total produksi setahun penuh pada 2017 sejumlah 343.059 ton.
“Produksi CPO sampai akhir 2018 kami harapkan bisa menembus 400.000 ton,” tutur Corporate Secretary Sawit Sumbermas Sarana Swasti Kartikaningtyas kepada Bisnis.com, Jumat (16/11).
Peningkatan produksi CPO sejalan dengan performa produksi tandan buah segar (TBS). Per September 2018, produksi TBS naik 31,1% year on year (yoy) menjadi 1,23 juta ton atau setara dengan pencapaian setahun penuh 2017.
Peningkatan kinerja operasional membuat pendapatan SSMS per September 2018 mencapai Rp2,97 triliun. Nilai itu meningkat 24,87% yoy dari sebelumnya Rp2,38 triliun. Namun demikian, kenaikan beban umum dan administrasi, beban keuangan, dan pajak penghasilan badan membuat laba bersih perseroan terpangkas. Per September 2018, laba bersih SSMS turun 41,52% yoy menuju Rp363,40 miliar dari sebelumnya Rp616,36 miliar.
Sementara itu, liabilitas perseroan per September 2018 mencapai Rp6,66 triliun, naik dari akhir 2017 sebesar Rp5,59 triliun. Liabilitas jangka pendek meningkat menuju Rp1,16 triliun dari sebelumnya Rp1,12 triliun. Ekuitas SSMS mencapai Rp4,43 triliun per September 2018, naik dari akhir tahun lalu Rp4,18 triliun. Total aset perseroan pun meningkat menuju Rp10,99 triliun dari sebelumnya Rp9,77 triliun.
Swasti menambahkan, perseroan tengah melakukan konstruksi dua pabrik kelapa sawit (PKS) baru dengan kapasitas masing-masing 60 ton per jam. Pada 2019, SSMS menargetkan pengoperasian 3 PKS baru dengan total kapasitas 180 ton per jam.
Sebelumnya, perseroan sudah mengoperasikan 6 PKS dengan kapasitas 300 ton per jam. Pengembangan PKS baru dilakukan seiring dengan pertumbuhan produksi TBS dari perkebunan inti. Usia rata-rata kebun perusahaan yang berbasis di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah ini berkisar 8,7 tahun.
Analis Senior Mirae Asset Sekuritas Andy Wibowo Gunawan menyampaikan, pendapatan SSMS meningkat seiring dengan pertumbuhan volume penjualan. Namun, laba bersih menurun akibat meningkatnya biaya bunga pada kuartal III/2018 sebesar Rp173,7 miliar, naik 76,1% quarter on quarter (qoq).
“Pendapatan per September 2018 mencapai 79,2% dari estimasi pendapatan sepanjang 2018 oleh konsensus analis. Namun, raihan laba bersih baru mencapai 42,3% estimasi,” paparnya.
Andy pun merekomendasikan beli terhadap satu-satunya saham perkebunan yang menjadi anggota Indeks LQ45 ini. Target harganya ialah Rp1.800.
Pada penutupan perdagangan Jumat (16/11/2018), saham SSMS meningkat 15 poin atau 1,26% menjadi Rp1.205. Kapitalisasi pasarnya mencapai Rp11,48 triliun dengan Price to Earning Ratio (PER) 24,10 kali.
Sementara itu, JP Morgan dalam publikasi risetnya menyebutkan, prospek SSMS cukup menarik karena ongkos produksi CPO yang rendah di antara perusahaan serupa di Asia Tenggara, yakni US$218 per ton.
“Dengan estimasi harga CPO 2018 US$570 per ton dan 2019 US$600 per ton, SSMS dapat menikmati margin yang tebal,” tulis riset tersebut.
SSMS juga memiliki profil perkebunan yang berkembang, dimana 65% berusia dewasa, 25% dewasa muda atau 4—7 tahun, dan 10% muda atau 1—3 tahun. Pada 2018, produksi CPO diperkirakan meningkat menuju 447.000 ton, 2019 493.000 ton, dan 2020 538.000 ton.